Jakarta –
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan masih ada praktek jual beli restorative justice. Praktek itu menyebabkan suatu perkara pidana jadi berhenti diproses.
“Praktek itu masih berlangsung, berawal dari restorative justice kemudian damai kemudian pidananya berhenti,” kata wakil ketua LPSK, Edwin Partogi.
Edwin tak menampik salah satu praktek nya ada di kasus pemerkosaan pegawai Kemenkop UKM. Dia menyebut ada sesuatu di balik perdamaian kasus tersebut.
“Ya iya (kasus pemerkosaan di Kemenkop) kenyataannya seperti itu ada sesuatu dari perdamaian itu,” ujarnya.
Edwin menyampaikan masih banyak praktek jual beli restorative justice yang terjadi pada kasus-kasus lainnya. Seperti pemerkosaan oleh enam pria di Brebes yang berujung damai.
“Ya banyak, ada kasus Brebes ya,” tuturnya.
Menurut Edwin harus ada landasan hukum yang kuat agar penggunaan restorative justice bisa lebih jelas. Dia menyebut yang paling ideal yakni dengan membuat Undang-undang atau paling tidak dibuat peraturan bersama.
“Maksud saya situasi-situasi seperti itu harus ada kejelasan, kebijakan mana yang restorative mana yang tidak, kalau tidak ada kejelasan ya itu hanya jalan untuk jadi praktek restorative justice aja,” ucapnya.
“Yang paling ideal harus ada UU, kalau di bawah, ada peraturan pemerintahnya atau peraturan bersama,” imbuhnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Komjen (Purn) Adang Daradjatun, mengungkapkan ada praktik jual-beli penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif atau restorative justice. Dia mengaku pihaknya menemukan praktik itu dalam implementasinya di lapangan.
Hal ini disampaikan Adang dalam rapat Komisi III DPR bersama LPSK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dikutip Selasa (17/1/2023). Adang memberikan tanggapan atas pemaparan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.
“LPSK berharap implementasi restorative justice tidak bergeser dan sekarang sudah mulai bergeser. Ini saya mau pendapatnya gimana LPSK sebaiknya,” kata Adang dalam rapat itu.
“Karena apa pun juga, menarik ya, yang memberikan kesempatan bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi tinggi untuk membeli keadilan,” imbuhnya.
Adang meminta penjelasan lebih lanjut dari LPSK terkait adanya implementasi restorative justice yang bergeser. Dia pun mengungkapkan pihaknya menemukan praktik jual-beli dalam restorative justice.
“Saya minta kedalaman, ini nggak main-main, ya, karena ini saya lihat di lapangan, ini restorative justice udah mulai jual-menjual. Jadi maaf, LPSK sebagai lembaga negara, kita akan dukung,” ujar dia.
(dek/idn)