Jakarta –
Forum Sinologi Indonesia (FSI) mengapresiasi respons cepat TNI AL yang mengerahkan armadanya untuk berjaga dan membayangi kapal Patroli Penjaga Pantai Republik Rakyat China (RRC). Kapal RRC itu memasuki wilayah perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di sekitar kepulauan Natuna.
“Masyarakat Indonesia perlu memberikan apresiasi pada setiap upaya yang dilakukan oleh institusi-institusi pemerintah, seperti TNI AL yang telah memberikan respons yang cepat dan akurat, untuk mempertahankan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia di perairan Natuna maupun wilayah-wilayah lain di Nusantara kita,” kata Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), Johanes Herlijanto dalam siaran persnya, Selasa (24/1/2023).
Ulah Kapal Penjaga Pantai China bukan pertama kali terjadi. Pada akhir tahun 2021, beberapa Kapal Penjaga Pantai China juga menyambangi wilayah eksplorasi minyak Blok Tuna, yang berada dalam ZEE Indonesia, dan mengganggu proses pengeboran di wilayah tersebut.
“Apalagi masuknya aparat negara China ke dalam ZEE kita itu telah berulang kali terjadi sejak lebih dari satu dasawarsa yang lalu. Mereka bahkan tak jarang melakukan intervensi ketika otoritas Indonesia berupaya melakukan penegakan hukum terhadap nelayan-nelayan asal China yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah tersebut,” tambah pemerhati China asal Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.
Johanes menduga bahwa kehadiran kapal terbesar Penjaga Pantai China di wilayah yang kurang lebih sama pada Januari 2023 ini juga masih terkait dengan upaya Indonesia melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah tersebut. Pasalnya, kedatangan kapal Penjaga Pantai itu hanya berselang beberapa hari setelah Indonesia memberikan persetujuan pada perusahaan asal Inggris, Premier Oil, untuk melakukan rencana pengembangan eksplorasi sumber daya di wilayah tersebut.
“Kerapnya frekwensi kehadiran kapal-kapal Penjaga Pantai China di ZEE Indonesia di perairan Natuna perlu diperhatikan secara serius,” tegas Johanes.
Menurutnya, berbagai manuver China di atas dapat diinterpretasikan sebagai tanda bahwa China berkeinginan untuk menguasai wilayah yang menjadi ZEE Indonesia yang kaya akan sumber daya ikan dan energi itu.
“China dan Indonesia tidak memiliki sengketa terkait kedaulatan territorial, tetapi kami memiliki klaim yang tumpang tindih terkait hak hak maritim dan kepentingan di beberapa wilayah di Laut China Selatan,” tegasnya.
“Oleh karenannya, penting bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memahami fakta ini, serta mendukung upaya negara dan pemerintah Indonesia untuk mengawal kedaulatan dan hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Perairan Natuna, yang kaya akan ikan dan sumber daya energi di bawah laut itu,” pungkas Johanes menegaskan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama Julius Widjojono memastikan Laut Natuna dalam keadaan kondusif.
“Kehadiran kapal kapal asing baik kapal niaga ataupun kapal pemerintah negara saing yang melintas, prosentase kepadatan kapal maupun alur pelayaran yang digunakan dalam kondisi stabil, hal itu tandanya bahwa keamanan dan kepercayaan internasional tetap terjaga, bahwa Laut Natuna Utara dalam keadaan kondusif,” kata Julius kepada detikcom, Minggu (15/1/2023).
(asp/asp)