Bripka Madih, polisi yang viral usai mengaku diperas sesama polisi saat mengurus kasus sengketa lahan, mengundurkan diri dari Polri. Lantas, siapakah Bripka Madih ini?
Bripka Madih mengatakan pengunduran diri tersebut telah ia ajukan dari beberapa bulan yang lalu.
“Mohon maaf pengunduran itu kita buat udah jauh-jauh hari, jauh-jauh bulan,” ucap Madih, Sabtu (4/2/2023).
Madih menyampaikan sejumlah alasan terkait pengunduran dirinya itu. Salah satunya karena merasa lelah menghadapi kasus sengketa lahan yang dilaporkan ibunya ke Polda Metro Jaya yang tak kunjung tuntas.
“Mengapa mengundurkan diri, karena kita sudah capek. Capek karena nggak diusut-usut,” ujarnya.
Lalu, siapakah Bripka Madih? Bripka Madih sebelumnya merupakan anggota Provos Polsek Jatinegara. Madih mengaku dirinya telah menyampaikan pengunduran diri dari Polri itu kepada Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Budi Sartono.
Redaksi telah menghubungi Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Budi Sartono terkait pengunduran Madih ini, tetapi hingga berita ini dimuat belum ada tanggapan.
Kasus Sengketa Lahan
Bripka Madih menjadi perbincangan setelah mengaku diperas sesama polisi saat mengurus soal sengketa lahan milik orang tuanya. Bripka Madih menjelaskan duduk perkara postingan viral dirinya itu.
Madih mengatakan melaporkan soal sengketa sebidang lahan di Bekasi ke Polda Metro Jaya pada 2011. Lahan tersebut, kata dia, kini dikuasai oleh sebuah perusahaan.
Menurutnya, tanah milik orang tuanya itu dibeli dengan cara melawan hukum. Ia juga mengklaim ada beberapa akta jual beli (AJB) yang tidak sah karena tidak disertai cap jempol.
“2011 itu setelah pemeriksaan berkas-berkas, kita sangkal di situ ada surat pernyataan bahwa tempat yang ditempatin itu dibeli dari calo-calo. Terus ada akta-akta yang nggak (dicap) dijempol. Ini kan murni kekerasan, penyerobotan, kok bisa timbul akta?” kata Madih mempertanyakan, seperti dilansir dari 20detik, Sabtu (4/2).
Saat diminta mengusut, penyidik dari Polda Metro Jaya berinisial TG, yang saat ini sudah purnatugas, meminta ‘uang pelicin’. Kata Madih, TG meminta kepada dia uang Rp 100 juta serta sebidang tanah seluas 1.000 meter persegi.
“Makanya ane bilang waktu itu kita diminta dana penyidikan dan hadiah, ya terlalu miris. (Permintaannya) Rp 100 juta sama (lahan) 1.000 meter,” ujarnya.
Padahal, lanjut dia, dalam hal ini dirinya merasa dirugikan dengan kasus sengketa tanah milik orang tuanya tersebut. Sebab, ada tindakan penyerobotan tanah yang dilakukan pihak lain. Kendati sudah diserobot, Madih mengaku masih harus membayar pajak tanah tersebut,” jelasnya.
“Ane ini korban karena yang terserobot ini 6.500 (persegi), 6.500 itu kan besar nilainya. Dan kita masih bayar pajak, masih ada giriknya, masih utuh giriknya. Di girik 191 jumlahnya 4.411, yang diserobot 3.600-an, kita menguasai 1.800-an. Yang saat ini di girik 815 jumlahya 4.954, sekarang kita menguasai 2.000, yang 2.954, dikuasi sama PT,” jelasnya.
Madih menegaskan apa yang dinarasikan dirinya bukanlah kebohongan. Dia tidak minta dibela dalam kasus tersebut, namun meminta proses hukum berjalan semestinya.
“Kalau dibilang nangis, orang tua ini kan surga saya satu-satunya, ini anaknya polisi laporan. Allahuakbar, kok bisa begitu. Penyidik kok bisa minta ke anggota polisi juga, penyidik kan polisi, yang dimintai polisi. Kita bukan ngarang. Ibaratnya ya, ane bukan perlu dibela, bukan mau dibela, tapi luruskanlah sesuai dengan proses hukum bahwa ini murni,” pungkasnya.
Saksikan juga Sudut Pandang: Menakar Ancaman Kembalinya Wisatawan Mancanegara