Jakarta –
Kasat Binmas Polres Merauke, AKP Makuf Suroto, diusulkan masyarakat menjadi kandidat penerima Hoegeng Awards 2023. Kisah AKP Makruf di perbatasan Indonesia-Papua New Guinea (PNG) lewat pertanian menginspirasi masyarakat sempat.
Slamet Hariyadi (47), warga Merauke, Papua, mengusulkan AKP Makruf melalui formulir online di tautan http://dtk.id/hoegengawards2023. Ia mengenal AKP Makruf sejak 2003 dan mengetahui sepak terjangnya sejak AKP Makruf bertugas di Polsek Sota, Merauke.
Slamet mengatakan AKP Makruf adalah polisi pertama yang perhatian dalam menjaga dan menata cikal bakal Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Sota. Dahulu, kata dia, AKP Makruf membuka jalur di hutan belantara dan membersihkan lahan yang terdapat tugu batas negara Indonesia dan PNG.
“Jadi gini, Sota dulu hanya ada tugu batas antara Papua Nugini dan Indonesia. Pak Makruf selalu membersihkan itu di sana, dijadikan tempat wisata. Beliau yang mengawali untuk memperkenalkan Sota itu,” kata Slamet kepada detikcom, Selasa (7/2/2023).
Tak hanya membersihkan pohon-pohon liar di sekitar tugu perbatasan, AKP Makruf juga merawat, menjaga dan mempercantik wilayah perbatasan Indonesia-PNG itu. Menurut Slamet, tak jarang AKP Makruf merogoh kocek sendiri untuk menata kawasan dengan ditanami sayuran, pohon buah, dan bunga-bunga.
“Dia dulu bersihkan aja di sekitar perbatasan itu, karena cuma hutan aja dulu itu. Kemudian dicor di sekitar situ supaya orang bisa nyaman ke Sota. Kemudian ditanami pinggir-pinggirannya dengan sayur-mayur gitu,” ucapnya.
AKP Makruf Suroto Foto: dok. istimewa
|
Slamet menyebut AKP Makruf sangat dekat dengan masyarakat setempat. Melalui pertanian, kata dia, AKP Makruf bisa merangkul masyarakat lokal Papua hingga masyarakat yang bertransmigrasi dari luar Papua seperti Sulawesi hingga Jawa.
“Beliau orang yang selalu itu dengan pertanian, dia selalu dekat dengan rakyatnya, daerah binaannya, karena pertanian. Itu salah satu contoh (polisi) yang luar biasa. Beliau tidak pernah lepas dari baju polisi. Walaupun nyapu-nyapu di jalan apa itu selalu dia tunjukkan kalau dia polisi,” ujarnya.
Berkat jasa AKP Ma’ruf, Sota kini telah luar biasa berkembang. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini telah meresmikan PLBN Terpadu Sota.
“Kalau bicara dampak luar biasa, kita pertama bicara Sota. Sota dulu belum dikenal sama orang, hal yang tidak mungkin presiden bisa datang ke Sota. Berkat beliau kemudian bersama kita komunitas vespa buat gebrakan, akhirnya presiden ke sana dan lihat 0 km sampai sekarang,” kata Slamet.
“Kalau dampak pertanian, masyarakat yang tadinya tidak tahu bertani, akhirnya jadi tahu karena beliau. Kemudian bahkan mobil pribadi beliau kami modifikasi untuk bagaimana beliau bisa mengantar anak-anak sekolah dari yang jaraknya jauh menuju sekolahnya,” sambungnya.
Kisah Perjuangan AKP Makruf
Dihubungi terpisah, AKP Makruf menyebut bertugas di Polsek Sota sejak 1992 hingga 2022 dan pernah menjabat sebagai Kapolsek Sota selama 10 tahun. Pria keturunan Magelang itu mengaku betah menjadi warga Merauke dan ingin mengabdi selama berdinas sebagai polisi.
“Jadi Kasat Binmas baru dari 2022 kemarin, sebelumnya saya dari 1992 akhir itu sampai kemarin itu baru pindah. Saya waktu itu kan masih bintara, pangkat di lengan itu kuning satu. Saya ditugaskan di sana dulu, waktu di sana itu ada kerusuhan ya, di Sota itu ada kerusuhan, terus saya ditugaskan di sana,” ucapnya.
Dia bercerita dahulu Sota dikenal orang sebagai wilayah yang sepi dan mencekam karena hutan belantara, 80 kilometer dari Kota Merauke. Seiring berjalannya waktu, AKP Makruf terus bertahan tugas di Polsek Sota.
AKP Makruf Suroto Foto: dok. istimewa
|
AKP Makruf berpikir bagaimana mengembangkan Sota agar menjadi wilayah yang lebih berkembang dan dikenal orang. Lalu, ia melihat potensi pertanian yang menjanjikan karena tanah Sota sangat subur.
“Karena Sota itu daerah tanahnya subur sekali, terus saya mencoba untuk menanam saja sayur dan cabe waktu itu. Nah ternyata bagus, akhirnya setelah panen, kita bisa konsumsi kita bisa masak sayur. Terus saya kembangkan lagi, dari pertanian yang hanya tanam sawi dengan kangkung dan sebagainya, ini semakin bagus,” katanya.
Pertanian yang dirintis AKP Makruf pun semakin berkembang dan Sota disebutnya mulai ada kehidupan lagi karena pada tahun 1995 masyarakat dari Jawa sekitar 250 KK bertransmigrasi ke Sota. Ia semakin bersemangat untuk membangun Sota dan mendekatkan polisi dengan masyarakat setempat lewat bercocok tanam.
“Setelah itu semakin berkembang, artinya ada orang pendatang, ada orang yang menanam dan sebagainya, terus ada yang membuat kios. Mulai tahun ’95 ke atas itu sudah mulai ada kehidupan lagi,” ujarnya.
AKP Makruf masih kurang puas dengan kerja dirinya dan anggota polisi lainnya di Sota karena merasa tidak begitu banyak kegiatan antara polisi dan masyarakat. Kemudian ia melihat bahwa Sota itu wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan PNG yang ditandai dengan patok atau tugu perbatasan tapi tidak terurus karena tertutupi rumput dan pohon di hutan belantara.
“Terus saya ini takut, jangan sampe ini tugu itu dipindahkan ke sana, dipindahkan ke sini, saya takut jangan sampe ini barang kalau tertutup rumput-rumput hutan nanti rusak dan sebagainya. Terus saya dalam hati kecil mempunyai niat ini kalau saya rawat ini bagus, terus sekitar situ saya rawat sedikit demi sedikit,” ucapnya.
Hari berganti tahun, AKP Makruf tekun merawat wilayah patok perbatasan tersebut. Lagi-lagi, ia memanfaatkan lahan perbatasan yang telah dibersihkan dari rumput dan pohon yang tidak produktif digantinya dengan pohon buah, sayur-sayuran, dan bunga-bunga.
“Itu saya tanami tanaman keras seperti mangga, terus daun minyak kayu putih, kelapa, nangka, pokoknya tanaman-tanaman keras. Saya kurang puas lagi, terus saya hias dengan tanaman-tanaman bunga, jadi saya bikin taman, saya bikin tempat-tempat duduk, honai (rumah adat Papua) artinya untuk berteduh, untuk beristirahat, saya lakukan saya sendiri dengan anak istri, waktu itu baru punya anak satu.
“Pokoknya saya bikin tulisan-tulisan yang bernuansa kebangsaan. Di sekitar tugu itu tidak ada warna lain, cat merah putih saja, jadi taman merah putih waktu itu di situ. Saya bikin tiang bendera pertama di situ dari kayu, terus kemudian saya dirikan bendera merah putih di perbatasan setinggi kurang lebih 6-7 meter waktu itu di situ,” tambahnya.
Masih kurang puas, AKP Makruf kembali membuka lahan seluas kurang lebih 2,5 hektar untuk dijadikan lahan pertanian. Dalam lahan kebun tersebut, ia beri nama dan dipasang papan bertuliskan Binmas Pioner Pertanian Polsek Sota.
“Di situ saya tanam tanami sayur-sayuran berganti-ganti, kemudian pinggirnya itu saya kasih tanaman nanas untuk pagar. Selain untuk pagar, nanas ini menghasilkan buah juga yang bisa dimanfaatkan,” katanya.
Selama periode tahun 2009-2010, orang-orang semakin banyak yang tertarik untuk datang ke Sota. Menurutnya, dari mulut ke mulut orang-orang saling memberitahu bahwa Sota tidak lagi mencekam karena ada perkebunan buah-buahan yang menarik dikunjungi.
AKP Makruf Suroto Foto: dok. istimewa
|
AKP Makruf dalam membangun Sota sebetulnya tidak punya modal banyak uang dan tidak ada yang memodali. Ia hanya mengandalkan tekad kuat untuk menjaga perbatasan, ia memanfaatkan ilmu pengetahuan tentang pertaniannya untuk mengubah Sota.
“Sekitar tahun 2.000-an buka serius itu kita memang tidak punya modal, artinya tidak ada yang modali kami. Karena saya panggil teman-teman yang dari polisi ‘ayo kita kerja di sana yo’ dia menolak saya, tidak ada yang mau, saya kasihan ke masyarakat juga. Jadi nggak ada biaya, kami bertekad saja supaya tugu perbatasan ini bisa dilihat orang, karena dulu di semak-semak,” ucapnya.
Dia menyebut lahan hutan belantara yang dia ganti menjadi perkebunan adalah tanah adat dan tanah tak bertuan. Ketika ingin memanfaatkan lahan tersebut, ia pun meminta izin dulu kepada tuan dusun setempat dan pihak dari PNG, hingga akhirnya diizinkan ia pun semakin semangat.
“Akhirnya saya semangat karena sudah ada kesepakatan, mereka sudah memberikan izin kepada saya lalu saya kerjakan terus-menerus sampe tanaman sudah tinggi-tinggi sekarang dan sudah bisa dinikmati orang,” katanya.
Dalam membangun Sota melalui pertanian, ia kerap melibatkan penduduk setempat baik masyarakat transmigrasi maupun penduduk lokal asli Papua. Ia mengajarkan masyarakat untuk bercocok tanam sayur-sayuran dan buah-buahan.
Tahun 2012 Naik Pangkat Tanpa Sekolah
Tahun 2012, para Dandim seluruh Papua ada kegiatan apel satuan tugas di Kabupaten Merauke dan mereka berkunjung ke Sota. Lalu ada seorang Dandim melihat AKP Makruf yang berseragam polisi tengah membersihkan daun-daun gugur di perkebunan tersebut.
“Beliau lihat saya mendekati ditanya ‘Pak polisi di sini dengan siapa?’ siap saya dengan istri saya. ‘Terus bikin apa di sini?’ saya merawat patok perbatasan ini komandan. ‘Terus biayanya dari mana?’ tidak ada bapak, biaya saya sendiri,” ujar AKP Makruf sembari menirukan percakapannya dengan Dandim tersebut.
“Mulai tertarik bapak itu, ‘kenapa sendiri? tidak ajak orang?’ orang tidak ada yang mau karena di tengah hutan. Terus ‘bapak bagaimana kalau ini saya usulkan ke acara kick andy, saya kasih masuk di TV’, saya sendiri tidak tahu, karena tidak ada TV,” tambahnya.
Tidak sampai sebulan, ada dua orang dari salah satu stasiun televisi nasional menemui AKP Makruf untuk meminta wawancara atas apa yang telah dilakukannya dalam membangun Sota. Kemudian AKP Makruf diundang untuk wawancara langsung di kantor televisi itu dengan dihadiri langsung oleh Wakapolri Komjen Nanan Soekarna.
“Terus dalam pertanyaannya bang Andy Noya, ‘Pak Makruf pangkatnya apa?’ siap pangkat saya Aiptu. ‘Terus sampai pensiun pangkatnya apa?’ saya jawab siap sampai pensiun pangkat saya tetap Aiptu. Saya jawab begitu karena saya tidak mau sekolah, karena saya mohon maaf tidak punya biaya, tidak punya apa-apa, memang saya polisi tapi saya tidak punya apa-apa,” katanya.
“Bang Andy Noya menanyakan ‘Pak Wakapolri apakah Pak Makruf ini bisa naik pangkat?’ dijawab sama Pak Nanan, ‘bisa naik pangkat tapi harus melalui proses ikut sekolah SAG, sekolah alih golong’ beliau bilang begitu. Saya memang tidak mau untuk bersekolah karena tujuan saya dulu jadi polisi bukan untuk mencari pangkat dan kedudukan,” sambungnya.
Dalam hati kecil AKP Makruf merasa dirinya sudah sangat bersyukur ketika bisa menjadi polisi. Sebagai orang kampung, kata dia, AKP Makruf tidak pernah bermimpi untuk berpangkat tinggi dan memegang jabatan di Polri karena berasal dari keluarga tak mampu.
Kiprah AKP Makruf di Sota ramai diperbincangkan usai dirinya diundang sana-sini di stasiun televisi nasional. Ia pun diapresiasi oleh Kapolri Jenderal Timur Pradopo hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diberi kenaikan pangkat luar biasa tanpa sekolah perwira.
“Setelah upacara diundang bersama bapak Presiden SBY, saya dinaikan pangkat istimewa. Jadi saya mohon maaf tidak pernah sekolah tapi saya bisa.. (sambil tahan tangis), mungkin satu satunya polisi di Indonesia yang bisa naik pangkat tanpa sekolah hanya saya sendiri. Saya tidak punya leting, naik pangkat saya sendiri, saya tidak punya ijazah, saya hanya punya surat SKEP dari Kepolisian surat kenaikan pangkat luar biasa, dari pangkat Aiptu ke Ipda,” jelasnya.
Setelah diberi kenaikan pangkat, AKP Makruf kembali ke Papua dan ditunjuk sebagai Kapolsek Sota oleh Jenderal (Purn) Tito Karnavian yang saat itu masih menjabat Kapolda Papua. Sejak tahun 2012 itu AKP Makruf memimpin Polsek Sota hingga 2022 sebelum akhirnya pindah tugas menjadi Kasat Binmas Polres Merauke.
Tahun 2012, Kapolda Papua saat itu, Tito Karnavian, mengunjungi Polsek Sota dan AKP Makruf Suroto diberi piagam penghargaan perbatasan (Foto: dok. istimewa)
|
Ingin Ubah Pola Pendekatan Polisi di Merauke
Meski kini menjabat Kasat Binmas Polres Merauke, AKP Makruf tidak ingin meninggalkan masyarakat binaannya di Sota. Dengan jabatan barunya itu, ia memiliki keinginan untuk mengubah pola pendekatan polisi ke masyarakat di Merauke dengan bercocok tanam.
“Menurut saya pola pendekatan bercocok tanam ini sangat cocok sekali untuk pola pendekatan antara Polri dan masyarakat. Artinya kita punya ilmu, ke masyarakat sangat diterima sekali dengan bekal bercocok tanam ini sampai saat ini masih dipercaya,” ujarnya.
Sebelum pensiun tahun 2025, AKP Makruf sangat ingin menyampaikan gagasannya itu kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). AKP Makruf yang juga tergabung dalam Satgas Binmas Noken menyebut masyarakat Sota harus keluar dari ketergantungan terhadap kekayaan alam dan terbiasa bekerja melalui pertanian.
“Ya sekarang mohon maaf saya punya masyarakat masih ketergantungan sama alam, yang dulunya Sota punya julukan Kota Rusa, nah sekarang saya sampe Sota dari Merauke ini sudah tidak ada binatang itu, sudah punah, sudah jauh, di mana ada rusa. Karena ini dia masih mengharapkan kekayaan alam masih ada, nanti kalau rusa habis bisa merambah ke hutan, hutan akan ditebang, kalau hutan sudah habis, ikan lagi. Jadi mereka ini harus selalu dilatih dan diajarkan pertanian-pertanian,” pungkasnya.
(fas/hri)