Jakarta –
Badan Informasi Geospasial (BIG)masih mengkaji terkait nama fenomena rupa bumi gunung bawah laut yang berada di laut selatan Pacitan, Jawa Timur. BIG masih terus mengkaji teknis proses penamaan tersebut.
“Kemudian yang terpenting, ketika BIG bersama Kementerian lembaga lain dalam survei, menemukan unsur bawah laut yang disebut gunung itu, adalah pemilihan nama. Karena unsur geospasial itu perlu diberi nama,” ujar Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai Yosef Sigit Purnomo kepada wartawan di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis (16/2/2023).
Sigit menjelaskan bahwa proses pembuatan nama penemuan rupa bumi haruslah melalui beberapa tahap. Di mana, kata dia proses penamaan nama cukup teknis.
“Penamaan rupa bumi baik di darat maupun di laut perlu melibatkan masyarakat karena, itu terkait budaya bahasa dan cara pengucapannya,” ucap Sigit.
Terdapat 10 prinsip yang harus diperhatikan ketika mengajukan nama yakni:
1. Menggunakan bahasa Indonesia
2. Dapat menggunakan bahasa daerah dan bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan atau keagamaan
3. Menggunakan abjad romawi
4. Menggunakan 1 (satu) nama untuk 1 (satu) rupa bumi
5. Menghormati keberadaan suku, ras, agama dan golongan
6. Menggunakan paling banyak 2 (tiga) kata (berlaku untuk elemen spesifik)
7. Menghindari penggunaan nama orang yang masih hidup dan dapat meninggalkan suara orang yang sudah meninggal dunia paling singkat 5 tahun
8. Menghindari penggunaan nama instansi/lembaga
9. Menghindari penggunaan nama yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan atau daerah.
10. Memenuhi kaidah penulisan Rupabumi dan kaidah spasial.
Sementara, terdapat 10 gunung bawah laut yang ditemukan BIG. Namun, masih ada juga beberapa gunung bawah laut lainnya hasil survei KL lain yang namanya masih belum dibakukan di GRI 2022.
“Gunung Baruna Komba, Abang Komba, dan Gunung Ibu Komba yang terletak di Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Gunung Naung, Gunung Maselihe, Gunung Roa, dan Gunung Kawio Barat yang terletak di Sulawesi Utara. Semua gunung ini sudah dibakukan namanya di Gazeter Republik Indonesia tahun 2022 (GRI 2022),” ungkapnya.
Sebelumnya,Badan Informasi Geospasial (BIG) menjelaskan awal mula temuangunung bawah lautdi selatan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.Gunung bawah lautitu berada di 260 km dari Pacitan.
Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG Yosef Sigit Purnomo mengatakan temuan tersebut terjadi saat BIG dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan survei Landas Kontinen Indonesia (LKI) di selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada September hingga November 2022.
“Kegiatan penemuan unsur gunung bawah laut itu sebenarnya kegiatan yang melibatkan temuan ketika Badan Informasi Geopasial bersama dengan kementerian lembaga lain di bawah koordinasi Kemenko Marves itu melaksanakan survei landas kontinen untuk mendukung kebijakan pemerintah,” kata Sigit dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Kamis (16/2).
Dia mengatakan penelitian itu bukan khusus untuk survei bawah laut. Namun, pada saat survei berlangsung, tim survei menemukan penampakan gunung bawah laut setinggi sekitar 2.200 meter.
“Ini adalah salah satu temuan dari tim survei ketika kami menemukan ada kenampakan topografi yang meninggi. Kemudian berdasarkan dokumen BRIN, topografi seperti ini sudah dapat disebut sebagai gunung,” ujarnya.
(azh/azh)