Tangerang –
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang menyebut seekor anjing kerap dibawa oleh pimpinan ritual aliran menyimpang di Cisoka, Kabupaten Tangerang. Pimpinan ritual itu disebut suka memelihara anjing.
Sekretaris MUI Kabupaten Tangerang Nur Alam mengatakan anjing itu juga dibawa dalam proses ritual. Hal itu, kata Nur, membuat masyarakat yang melihatnya resah.
“Hanya karena dia suka aja pelihara anjingnya. Makanya dia bawa kemana sampe ikut zikir segala. Ini lah yang bikin resah, ada kuburan buatan yang menurut dia untuk lebih ingat mati, plus anjing peliharaannya yang dibawa-bawa,” kata Sekretaris MUI Kabupaten Tangerang Nur Alam ketika dikonfirmasi, Jumat (17/2/2023).
Nur mengatakan, pimpinan aliran menyimpang tersebut, Aliyudin, mengakui anjing yang dibawanya tidak memiliki kelebihan apa pun. Aliyudin juga mengakui anjing tersebut mengandung najis menurut ajaran Islam.
“Menurut pengakuannya, tidak ada sesuatu yang lebih tentang anjingnya, diakui najisnya binatang tersebut,” katanya.
Nur mengatakan, praktik menyimpang seperti ini bisa terjadi karena beberapa faktor mulai dari aktor psikologis sampai ekonomi.
“Secara umum. Hal Ini biasanya terjadi karena beberapa faktor, bisa karena psikologis, pergeseran nilai yang jauh dari agama dan karena ketergantungan sosial, ekonomi,” sebut Nur.
Aliran Menyimpang
Sebelumnya, MUI Kabupaten Tangerang menyatakan praktik ritual aliran di Desa Cibugel, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang, menyimpang atau salah kaprah. MUI menyebut praktik itu telah meresahkan masyarakat.
“Hal yang terjadi di Cisoka, setelah dimintai keterangan, keyakinan mereka tidak terdapat dalam salah satu dari 10 kriteria aliran sesat yang ditetapkan MUI. Hanya saja praktik zikir dan tawasul yang salah kaprah dan tidak biasanya sehingga menimbulkan meresahkan di masyarakat,” ujar Nur Alam.
Nur menuturkan MUI memiliki mekanisme sendiri untuk menentukan sebuah aliran sesat atau tidak. Dalam kasus di Cisoka ini, MUI menyatakan keyakinan para jemaah tidak tercantum dalam 10 kriteria aliran sesat MUI.
“MUI dalam menetapkan suatu aliran sesat atau tidaknya ada SOP-nya. Setelah ada laporan, di investigasi, dikaji oleh komisi kajian dan fatwa, kemudian diputuskan dalam sidang komisi fatwa,” kata Nur.
Nur menuturkan pihaknya akan terus melakukan pengawasan terhadap praktik keagamaan yang menyimpang seperti di Cisoka. Bila ditemukan di tempat lain, MUI akan membina jemaahnya.
“Sebagian peran MUI menjaga umat dari akidah yang sesat dan syariat yang menyimpang. Ada atau tidaknya aliran, MUI selalu menjaga dan mengawasi itu, bila ada kita luruskan dan mantan jemaahnya kita bina,” kata dia.
(knv/knv)