Jakarta –
Sengketa waris merupakan salah satu masalah yang kerap dijumpai dalam masyarakat. Tak jarang situasi ini menyebabkan perpecahan dalam keluarga. Menghadapi hal itu, Lurah Cililitan, Jakarta Timur, Sukarya sudah beberapa kali menengahi permasalahan sengketa waris tersebut sehingga tidak sampai masuk pengadilan.
“Pada akhirnya Pak Lurah Cililitan meminta bantuan Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) untuk memberikan konsultasi hukum. Di Kantor Kelurahan Cililitan, Koordinator Pembudayaan Hukum Gunawan dan Penyuluh Hukum Madya Setyo Budi menjadi fasilitator agar sengketa waris keluarga tersebut tidak sampai ke ranah hukum. Diselesaikan secara damai, toh masih bersaudara,” ujar Koordinator Humas dan Kerja Sama BPHN Ruby Friendly dalam keterangannya, Senin (20/2/2023).
Kasus bermula saat pihak keluarga membuat Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) terkait pembagian tanah warisan. Setelah adanya APHB tersebut, muncul konflik internal di keluarga karena adanya sisa tanah di luar pembagian waris dan diklaim pemilikannya oleh salah satu ahli waris. Oleh karena itu, ahli waris yang lain menuntut hak atas sisa tanah tersebut dan meminta agar pembagiannya dilakukan secara adil.
Sengketa itu berlarut hingga ditangani Lurah Cililitan. Konflik diakhiri di Gedung BPHN pada Kamis (16/2) kemarin. Selain Lurah Cililitan dan pihak BPHN, hadir seluruh pihak keluarga yang berselisih paham.
“Pihak BPHN yang hadir dalam proses mediasi memberikan penjelasan mengenai dasar hukum pembagian waris,” ucap Ruby.
Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, para pihak yang bersengketa akhirnya sepakat untuk berdamai. Seluruh ahli waris yang berjumlah sembilan orang ini menginginkan pembagian sesuai dengan hukum waris Islam.
“Kami membuatkan Surat Pernyataan Kesepakatan Bersama Seluruh Ahli Waris. Surat itu ditandatangani oleh seluruh Ahli Waris dan diketahui oleh RT, RW serta Lurah agar tidak menimbulkan masalah karena perbedaan di kemudian hari. Insya Allah minggu depan akan diadakan pertemuan yang terakhir,” ungkap Ruby.
Peran serta BPHN di sini untuk mendampingi serta memberikan masukan terkait penyelesaian konflik internal agar bisa diselesaikan secara maksimal dan tidak sampai pada tatanan hukum di atasnya. Jangan sampai kasus yang bisa diselesaikan secara mediasi, naik dan menambah beban ke Kepolisian atau Pengadilan.
“Kegiatan mediasi yang dilakukan Lurah Cililitan ini merupakan salah satu implementasi peran Kepala Desa/Lurah sebagai Non Litigation Peacemaker yang berperan dalam penyelesaian sengketa/konflik warganya melalui mekanisme mediasi yang bersifat non litigasi. Banyak konflik/sengketa atau masalah hukum masyarakat desa yang sudah diselesaikan secara mediasi. Ini tentu akan mengurangi beban perkara yang signifikan di aparat hukum dan pengadilan,” pungkas Ruby.
Berdasarkan peran-peran strategis seperti yang telah dilakukan Lurah Cililitan ini, BPHN dan Mahkamah Agung (MA) terpanggil untuk terus memperkuat basis Desa/Kelurahan Sadar Hukum di Indonesia melalui kegiatan Paralegal Justice Award. BPHN dan MA mengajak Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengusulkan dan mencalonkan Kepala Desa/Lurah yang dinilai sebagai tokoh/pemimpin desa yang menjadi panutan, berprestasi dan telah memberikan pengabdian terbaiknya sebagai Non Litigation Peacemaker.
Periode pendaftaran Paralegal Justice Award dibuka mulai tanggal 10 Februari s.d. 8 Maret 2023. Penghargaan ini akan diberikan pada Juni 2023. Untuk informasi lebih lanjut tentang persyaratan dan pendaftarannya, dapat dilihat di situs resmi bphn.go.id.
(asp/zap)