Jakarta –
AKBP Arif Rachman Arifin dan Kompol Baiquni Wibowo divonis lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 10 bulan penjara dan 1 tahun penjara dalam kasus obstruction of justice penanganan perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mempelajari vonis ringan tersebut.
“Kami masih pelajari,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana kepada wartawan, Sabtu (25/2/2023).
Ketut tak menjawab lebih jauh soal kemungkinan jaksa akan mengajukan banding atau tidak.
Sebagaimana diketahui, PN Jaksel menjatuhkan vonis terhadap mantan Wakil Kepala Detasemen (Wakaden) B Biro Pengamanan Internal (Paminal) pada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Arif Rachman Arifin dengan pidana selama 10 bulan penjara denda Rp 10 juta subsider 3 bulan.
Sementara Baiquni Wibowo yang merupakan mantan Kasubag Riksa Baggak Etika Biro Watprof Divisi Prapam Polri divonis 1 tahun penjara denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.
Pengacara Arif Rachman-Baiquni Harap Jaksa Tak Banding
AKBP Arif Rachman Arifin dan Kompol Baiquni Wibowo menyatakan menerima vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam kasus obstruction of justice penanganan perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadi J. Keduanya berharap jaksa tidak banding pada vonis 10 bulan penjara denda Rp 10 juta subsider 3 bulan.
“Arif Rachman Arifin dan Baiquni Wibowo menyatakan menerima vonis dan tak akan mengajukan banding atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ujar pengacara keduanya, Junaedi Saibih, dalam keterangannya, Sabtu (25/2).
Menurut Junaedi, baik Arif Rachman dan Baiquni menyampaikan apresiasi kepada para hakim PN Jaksel yang bekerja profesional dalam mengawal kasus ini sejak awal.
Junaedi menyebut Arif Rachman dan Baiquni berharap agar jaksa penuntut umum sepakat dengan keputusan hakim PN Jaksel. Junaedi juga berharap agar Jaksa Agung tak memerintahkan jajarannya untuk mengajukan banding atas vonis Arif Rachman dan Baiquni.
“Besar harapan klien kami agar yang terhormat Jaksa Agung selaku pimpinan tertinggi Kejaksaan Republik Indonesia, atas nama keadilan dengan didasarkan pada rasa kemanusiaan dan hati nurani berkenan pula menerima dan tidak mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan tersebut,” kata Junaedi.
Dengan harapan tak ada banding dari Kejaksaan Agung, Junaedi menginginkan agar kasus ini segera inkracht alias berkekuatan hukum tetap. Selain itu, dia juga berharap agar Polri bisa kembali menerima Arif Rachman dan Baiquni seperti Polri menerima kembali Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
(fas/dnu)