Jakarta –
Menko Polhukam Mahfud Md menceritakan saat dirinya mencari tahu track record Rafael Alun usai kasus penganiayaan Mario Dandy terhadap David Ozora terjadi. Mahfud menyebut bertanya ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait Rafael Alun.
“Ketika terjadi peristiwa penganiayaan terhadap David oleh Mario, itukan orang bertanya, ini kok orang gayanya bagus, mobilnya bagus, katanya hanya anak pejabat eselon 3 di Kementerian Keuangan. Lalu saya minta ke PPATK, ‘Pak ini pernah ada masalah ndak di PPATK?’,” kata Mahfud dalam jumpa pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, di Kantor Kemenkeu, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2023).
Mahfud mengatakan pada saat itu PPATK menyampaikan bahwa telah melaporkan kejanggalan terkait Rafael Alun pada KPK di 2013. Mahfud mengaku dirinya diperlihatkan surat pelaporan tersebut.
“Terus ditunjukkan surat tahun 2013 kepada KPK bukan pada Menteri Keuangan, ada suratnya. Sudah dilaporkan Pak bahwa ini agaknya kurang beres orang ini, (tahun) 2013 surat itu, disampaikan KPK,” kata Mahfud.
Mahfud lantas kembali menanyakan perihal tindak lanjut laporan PPATK tersebut ke Ketua KPK Firli Bahuri. Mahfud juga mengaku mengirimkan surat yang telah dikirim PPATK ke pada Firli, hingga akhirnya membuat Rafael Alun dipanggil KPK.
“Saya sampaikan ke Pak Firli, ‘Pak Firli ini ada belum ditindak lanjuti’ Pak Firli bilang ‘Wah saya belum tahu bos’ gitu. sesudah itu saya kirim suratnya, ini buktinya bahwa sudah masuk surat ke KPK maka terus dipanggilkan, karena surat saya itu dan teriakan publik,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan kekayaan tidak wajar milik Rafael Alun tidak sesuai dengan gaji yang diterima. Hal yang dilakukan Rafael Alun ini menurutnya masuk dalam tindak pidana pencucian uang.
“Rp 56 miliar kekayaan yang tidak wajar, tahu ndak setelah diperiksa ulang semua transaksinya itu, itu ada Rp 500 miliar yang terkait dengan dia, itu yang dilaporkan 56 (miliar), yang tidak terlaporkan tetapi diduga menurut intelijen keuangan, bukan bukti hukum ya, finansial intelijen itu bukan bukti hukum itu harus dibangun dulu konstruksi hukum, tapi aneh masa orang gajinya sekian lalu punya perusahaan-perusahaan yang mungkin tidak beroperasi tapi uangnya banyak, ada hotel, mungkin agak sederhana tapi pemasukannya banyak, ndak ada yang tidur juga di situ, misalnya. Nah itu tindak pidana pencucian uang,” tuturnya.
(dwia/idh)