Ada drama di balik jeruji besi. Perlindungan terpidana kasus pembunuhan Brigadir Yosua, Bharada Richard Eliezer, harus dihentikan lantaran Eliezer melakukan wawancara TV tanpa seizin Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Eliezer divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Dia dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Eliezer diberi perlindungan karena statusnya sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus ini. Status JC Eliezer itu ditetapkan oleh hakim dalam vonis di Pengadilan Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Eliezer kini sedang menjalani hukuman di Rutan Bareskrim atas rekomendasi LPSK. Menurut LPSK, perlindungan di Rutan Bareskrim lebih mudah sehingga Eliezer yang sempat dieksekusi ke Lapas Salemba dititip ke rutan Bareskrim.
Pada jumpa pers, Jumat 10 Maret 2023, Tenaga Ahli LPSK Syarial M Wiryawan memaparkan sejatinya perlindungan terhadap mantan ajudan eks Kadiv Propam Polri itu telah diperpanjang pada 16 Februari 2023. Program perlindungan yang diberikan kepada Eliezer antara lain perlindungan fisik, pengamanan dan pengawalan melekat termasuk di rumah tahanan, pemenuhan hak prosedural, hak justice collaborator, perlindungan hukum, dan bantuan psikososial.
Syarial mengatakan program perlindungan itu termaktub dalam perjanjian perlindungan nomor 129 yang berlaku hingga 16 Agustus 2023.
“Rekomendasi pada RE sebagai justice collaborator juga telah jadi pertimbangan putusan PN Jaksel dan jadi pertimbangan pada komisi kode etik kepolisian yang juga memuat status RE sebagai justice collaborator,” ucap Syarial.
Perlindungan untuk Eliezer Disetop
Namun, kata LPSK, dalam perjalanannya, Eliezer ada komunikasi dengan pihak lain yang ditayangkan dalam program di salah satu stasiun televisi swasta. Karena itulah, LPSK memutuskan menghentikan perlindungan untuk Eliezer.
Syarial mengatakan wawancara yang dilakukan di salah satu stasiun TV itu tanpa persetujuan LPSK. Hal itu, menurut Syarial bertentangan dengan Pasal 30 ayat 2 huruf C Undang-Undang Nomor13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta perjanjian perlindungan serta pernyataan kesediaan yang telah diteken Eliezer.
“Atas hal tersebut LPSK telah menyampaikan surat keberatan pada pimpinan media tersebut dan meminta agar wawancara tidak ditayangkan, karena terdapat konsekuensi terhadap perlindungan RE,” paparnya.
“Namun, dalam kenyataannya, wawancara RE tetap ditayangkan Kamis malam pukul 20.30 WIB. Atas hal tersebut, LPSK telah melaksanakan sidang mahkamah pimpinan LPSK dengan memutuskan menghentikan perlindungan pada RE,” lanjut Syarial.
Dasar LPSK Setop Lindungi Eliezer
Penghentian itu didasarkan pada UU No 13 Tahun 2006 juncto UU No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Keputusan ini didasari pada ketentuan Pasal 32 huruf c UU 13 Tahun 2006,” kata Kabiro Hukum LPSK Sriyana dalam jumpa pers, Jumat (10/3/2023).
Berikut bunyi Pasal 32 huruf C UU Perlindungan Saksi dan Korban:
Pasal 32
(1) Perlindungan atas keamanan Saksi dan/atau Korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan:
c. Saksi dan/atau Korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; atau
Sementara itu, Tenaga Ahli LPSK Rully Novian menjelaskan dalam melaksanakan perlindungan kepada saksi dan korban, LPSK patuh terhadap UU. Dalam UU, lanjutnya, ada perjanjian dan pernyataan kesediaan yang harus ditandatangani oleh saksi ataupun korban yang dilindungi LPSK. Nah, menurut LPSK, Eliezer telah melanggar ketentuan tersebut.
Padahal, lanjut Rully, Eliezer telah bersedia untuk tidak berhubungan dan memberikan komentar secara langsung dan terbuka kepada pihak mana pun tanpa sepengetahuan LPSK. Selain itu, Eliezer telah menyatakan bersedia tidak terpancing pada isu-isu yang berkembang mengenai pemberitaan atas dirinya.
“Salah satu poin, poin yang tegas dalam perjanjian itu adalah bahwa Saudara RE wajib melakukan tata cara perlindungan dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan risiko bahaya terhadap dirinya, tidak berhubungan dan memberikan komentar apa pun secara langsung dan terbuka kepada pihak mana pun tanpa sepengetahuan dan persetujuan LPSK,” tutur Rully.
“Saudara RE telah menyatakan kesediaan untuk tidak berhubungan dengan cara apa pun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK selama yang bersangkutan dalam masa program perlindungan,” imbuh dia.
Perihal pernyataan kesediaan ini juga tertuang dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam Pasal 30, saksi dan korban wajib menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.
Berikut bunyi Pasal 30 UU Perlindungan Saksi dan Korban:
Pasal 30
(1) Dalam hal LPSK menerima permohonan Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Saksi dan/atau Korban menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.
(2) Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan;
b. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya;
c. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apa pun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK;
d. kewajiban Saksi dan/atau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapa pun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK; dan
e. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK.
Baca halaman selanjutnya>>