Jakarta –
Sebanyak 75 warga korban penggusuran Kampung Bayam melayangkan banding administratif kepada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Banding administratif itu dilayangkan buntut polemik hunian Kampung Susun Bayam di kawasan Jakarta International Stadium (JIS) yang tak kunjung usai.
Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB) turut menggelar demonstrasi di Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis (16/3/2023). Mereka kembali menuntut agar PT Jakarta Propertindo (JakPro) selaku pengelola Kampung Susun Bayam segera memberikan kunci hunian kepada warga.
“Pada 20 Februari 2023, PWKB telah melayangkan surat keberatan administratif atas tindakan JakPro dan Pj Gubernur DKI Jakarta beserta jajaran Pemprov DKI Jakarta yang tidak kunjung melakukan pemulihan hak 75 warga Kampung Bayam korban penggusuran yang tergabung dalam PWKB dengan memberikan hak unit dan pengelolaan Kampung Susun Bayam sebagaimana telah dijanjikan sebelumnya,” kata Perwakilan LBH Jakarta Jihan Fauziah kepada wartawan, Kamis (16/3/2023).
Jihan menerangkan sebelumnya, LBH bersama PWKB dan Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta (JRMK) telah melayangkan keberatan administratif kepada JakPro maupun Pemprov DKI. Namun tak kunjung digubris.
“Hingga banding administratif ini dilayangkan, belum ada tanggapan atau tindakan yang dipenuhi oleh JakPro maupun Pemprov DKI Jakarta. Dengan tidak ditanggapinya serta dilakukannya tuntutan pada keberatan administratif tersebut menunjukkan kegagalan JakPro dan Pemprov DKI Jakarta dalam memenuhi hak atas tempat tinggal yang layak,” tegasnya.
Beberapa poin keberatan yang sebelumnya diajukan antara lain, tindakan Pemprov DKI dan JakPro dianggap melanggar hukum dan menyalahi Kepgub 878 Tahun 2019, Kepgub 979 Tahun 2022 dan Pergub 90 Tahun 2018. Jihan berujar, ketiga aturan tersebut menjadi dasar dilakukannya pelaksanaan penataan kampung di mana Gubernur DKI Jakarta sebagai pemberi mandat memiliki tanggung jawab utama memastikan mekanisme penataan kampung tersebut terlaksana sebagaimana mestinya, serta mampu memenuhi hak atas tempat tinggal yang layak.
“Tindakan yang dilakukan justru sebaliknya, Pemprov DKI Jakarta justru tidak menyediakan tempat berlindung atau tinggal kepada warga terdampak penggusuran dan menunggu pembangunan Kampung Susun Bayam. Warga dibiarkan tinggal membangun tenda tanpa adanya ketidakpastian,” ujarnya.
Kedua, tindakan Pemprov DKI dan JakPro dianggap melanggar hak asasi manusia lantaran tak kunjung menyelesaikan sengketa kepemilikan warga Kampung Bayam, membiarkan pengenaan tarif tinggi yang dilakukan oleh JakPro, membuat warga tidak dapat menjangkau akses hak atas tempat tinggalnya dimana hal tersebut merupakan bentuk pasif pelanggaran HAM.
“Akibatnya, warga harus tinggal terkatung-katung, bahkan 5 Kartu Keluarga diantaranya harus berkemah di depan Kampung Susun Bayam karena tidak lagi memiliki uang untuk mengontrak atau mencari tempat tinggal lainnya,” ucapnya.
Selain itu, tindakan Pemprov DKI dan JakPro dianggap menyalahi asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), seperti asas kepastian hukum, keterbukaan dan kepentingan umum. Jihan memandang, semestinya Pemprov DKI beserta JakPro dapat memberikan hak kepemilikan dan pengelolaan tersebut langsung kepada warga, sebagaimana telah dijanjikan dan dipastikan langsung oleh Pemprov DKI beserta Jakpro dan dikuatkan kembali dengan Surat Wali Kota Jakarta Utara nomor e- 0176/PU.04.00 yang telah memverifikasi nama-nama calon penghuni dan nomor unit Kampung Susun Bayam.
“Hal ini diperparah dengan proses yang berlangsung selama ini, di mana warga tidak mendapatkan informasi secara terbuka dengan jujur, transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Terakhir, Jihan memandang telah terjadi pelanggaran asas kepentingan umum, di mana warga Kampung Bayam juga harus mengalami masalah terkait biaya sewa pada Kampung Susun Bayam, di mana Pihak JakPro dan Pemprov DKI Jakarta telah menyampaikan untuk biaya sewa menyesuaikan dengan Pergub 55 Tahun 2018 yakni sebesar Rp 750 ribu yang mana tidak memperhatikan kepentingan umum bagi warga selaku korban penggusuran.
Atas dasar itulah, pihaknya mengajukan banding administratif kepada Heru Budi Hartono. Tuntutannya adalah sebagai berikut:
1. Pj Gubernur DKI Jakarta memerintahkan PT Jakarta Propertindo untuk segera memberikan unit pada Kampung Susun Bayam sebagai bentuk pemulihan hak bagi warga Kampung Bayam yang mengalami penggusuran, khususnya terhadap 75 keluarga Warga Kampung Bayam yang diwakili para pengaju.
2. Pj Gubernur DKI Jakarta memerintahkan PT Jakarta Propertindo untuk menjamin Warga Kampung Bayam dapat menghuni Kampung Susun Bayam dengan harga yang terjangkau dengan terlebih dahulu dilakukannya dialog/diskusi yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi Warga Kampung Bayam sebagai korban penggusuran.
3. Pj Gubernur DKI Jakarta memerintahkan PT Jakarta Propertindo untuk menjamin bahwa Warga Warga mendapatkan hak pengelolaan atas Kampung Susun Bayam
4. Pj Gubernur DKI Jakarta memerintahkan PT Jakarta Propertindo untuk menjamin terpenuhinya hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga Kampung Bayam dengan tidak melakukan penggusuran kembali kepada Warga yang sampai surat ini diajukan belum mendapatkan haknya atas unit Kampung Susun Bayam.
(taa/yld)