Jakarta –
Pajak menjadi penyokong utama pembangunan dan APBN. Namun karena berbagai alasan, ada yang mencoba mengakalinya. Apakah hal itu delik pidana?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik’s Advocate. Berikut pertanyaan lengkapnya yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
Selamat siang.
Saya seorang karyawan yang bekerja di PT A dalam sebuah grup usaha yang berlokasi di Jakarta. Perusahaan ini bergerak di bidang sales dan service. Karena baru dirintis, beberapa karyawan dari PT B di grup tersebut diperbantukan di PT A. Meski tidak terdaftar sebagai karyawan di PT A, mereka tetap diberikan gaji/fee.
Ketika saya menerima bukti potong pajak penghasilan, jumlah gaji yang tertera tidak sesuai dengan penghasilan saya. Nilainya sekitar 3x lipat dari gaji saya sebenarnya. Hal itu terjadi karena semua penghasilan karyawan PT B yang diperbantukan di PT A dilimpahkan kedalam bukti potong pajak penghasilan saya (mulai dari gaji, uang lembur, uang saku ketika melakukan perjalanan dinas ke luar kota, dll).
Saya sudah menyampaikan keberatan kepada atasan saya tapi belum ada respon. Bagaimana pandangan hukumnya mengenai hal ini?
Dan apa yang harus saya lakukan jika perusahaan tidak mau merevisi bukti potong pajak tersebut?
Mohon tanggapan dan solusinya.
Jika topik ini ditampilkan di detik, mohon nama saya dirahasiakan.
Terima kasih.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum kepada advokat Handika Febrian, SH. Berikut jawabannya:
Salam Sejahtera kepada Bapak/Ibu, semoga sehat selalu. Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan.
Terkait permasalahan potongan pajak yang disampaikan, perlu kami sampaikan sistem pembayaran dan pelaporan pajak di Indonesia menggunakankebijakanself assessment system.Dalam sistem ini, Dirjen Pajak (DJP) Kemenkeu membebankan penentuan besaranpajakyang perlu dibayarkan oleh wajib pajak bersangkutan secara mandiri sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sistem yang dijalankan untukPajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) ini juga meminta kepada wajib pajak untukmelaporkan sendirimelalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.
Adapun terkait manipulasi besaran jumlah nilai pajak yang disetor hal tersebut dapat berpotensi terkena tindak pidana pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 1 huruf c. UU RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan yaitu:
“Barang siapa dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi-tingginya sebesar empat kali jumlah pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar.”
|
Dalam ayat (2) disebutkan ancaman dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.”
Bukti potong pajak seperti yang disebutkan adalah laporan yang harus dilakukan sendiri oleh wajib pajak walaupun dibebankan dan dibayarkan oleh pengusaha, dimana menurut Pasal 21 ayat (1) huruf a. UU RI Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan adalah:
“Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.”
Adapun seharusnya perusahaan melakukan pemotongan pajak sesuai dengan gaji yang dibayarkan kepada karyawannya setiap bulan hal ini didasarkan pada Pasal 4 UU RI Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Terkait keberatan yang bisa dilakukan bapak/ibu dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral pajak secara tertulis berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU RI No 6 TAHUN 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
Demikian yang dapat disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Handika Febrian, S.H.
Advokat
Partner di Febrian Siahaan Law Office
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)