Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani mengklarifikasi soal isu yang beredar bahwa pihaknya menawarkan agar kasus penganiayaan terhadap David Ozora (17) oleh Mario Dandy (20) diselesaikan dengan mekanisme keadilan restorative atau Restorative Justice (RJ). Reda menegaskan pihaknya akan memproses perkara tersebut dengan profesional.
“Klararifikasi tentang adanya pertanyaan di doorstoop yang tidak terecord sehingga tidak, melenceng ke mana-mana. Karena itu kan demokrasi di Indonesia. Kami hanya akan menyelesaikan perkara ini seprofesional mungkin sehingga tercapai rasa keadilan bagi masyarakat,” kata Reda kepada wartawan di Jakarta, Minggu (19/3/2023).
Reda menjelaskan seusai menjenguk David di RS Mayapada beberapa waktu lalu, dirinya ditanya mengenai peluang adanya RJ di kasus tersebut. Reda kemudian menjelaskan konsep RJ dalam UU sistem peradilan anak, mengingat salah satu pelaku dan korbannya merupakan anak yaitu anak AG dan korban David.
“Waktu ada yang bertanya wartawan mengenai RJ terhadap anak AG. Pelaku anak diatur dalam UU sistem peradilan pidana anak. Korban David juga anak, diatur dalam UU Perlindungan Anak. Dalam UU tersebut ada konsep RJ yang dinamakan diversi,” ujarnya.
Reda kemudian menjelaskan dalam konsep diversi. Dia menyebut perdamaian dilakukan apabila ada kesepakatan antar pelaku dan korban yang bisa dilakukan terhadap kasus dengan kriteria tertentu.
“Mengingat wartawan ada yang menanyakan RJ ya memang mungkin belum jarang mendengar kata diversi makanya saya gambarkan saya jelaskan perlu ada forum tawar menawar perdamaian. Nah pertanyaan yang dilontarkan itu memang ada yang terselip nggak kedengeran karena memang di bawah,” ucapnya.
“Itulah saya menggambarkan konsep pelaku anak itu ada yang dinamakan konsep perdamaian, sehingga perdamaian itu juga harus dilihat juga harus ada kesepakatan antara pelaku, korban dan atau keluarganya. Terus juga ada kriterianya tindak pidana apa yang dapat dikenakan itu,” lanjutnya.
Reda menyebut kondisi David masih belum pulih. Dia mengatakan mustahil apabila dilakukan perdamaian.
“Sedangkan ini proses anak ada percepatan, saat ini korban belum dapat berkomunikasi dengan baik sehingga mustahil bisa terjadi kesepakatan tersebut,” imbuhnya.