Jakarta –
Suara gamelan membahana dari sebuah panggung terbuka di sebuah desa. Tabuhan gendang serta kromong seolah menjadi magnet untuk menarik para penonton yang belum datang. Temaram lampu yang terpasang menambah suasana magis perhelatan di tanah lapang berbatas rerimbunan pohon.
Orang-orang mulai berkumpul seiring bunyi gamelan mulai melembut dan berganti diganti suara gesekan rebab nan lembut. Sejurus kemudian, semua pandangan mata tertuju pada sesosok penari muda yang berjalan pelan menuju tengah panggung. Badannya yang semampai berbalut kebaya dan kain batik motif khas Betawi menjadi atraksi pertama yang memanjakan mata para penonton. Begitu topeng terpasang, riuh tepuk tangan menjadi tanda dimulainya acara.
Kartini Kisam selalu mengenang, momen yang terus berulang ini tidak pernah membuatnya bosan. Sejak berusia 10 tahun, ia mengakui bahwa hidupnya tidak bisa lepas dari olah tubuh itu. Sebagai generasi ketiga penerus seni Tari Topeng Betawi, budaya itu tertancap ke dalam tubuhnya.
Nenek Kartini bernama Mak Kinang, pesohor Tari Topeng di zamannya adalah orang yang berperan membentuk dan memupuk bakat tari yang dimiliki Kartini. Bukan hanya berlatih teknik serta gerakan, Kartini juga mempelajari karakter topeng yang ia bawakan.
Kepada tim Sosok detikcom, ia menjelaskan 3 jenis topeng yang ia pelajari. Menurutnya, ketiganya mewakili masing-masing sifat yang banyak dimiliki seseorang.
“Jadi sifat yang lembut, sifat yang centil, dan sifat yang keras. Yang apa namanya, yang arogan, gitu. Setiap topeng ada gerak-gerak yang kalau putih harus Yang Panji gerakannya harus lemah lembut. Terus kalau yang laki-laki, ya harus gerakan (seperti) laki-laki,” kata Kartini.
Kemampuannya untuk menghidupkan setiap wajah palsu itu menjadikannya tokoh idola yang dielu-elukan oleh banyak orang. Tidak jarang, Kartini harus tampil di banyak panggung berbeda dalam satu hari. Lentik jemarinya sangat khas dan menjadi daya tarik bagi masyarakat. Maka, adalah keniscayaan ketika Kartini tampil, sebuah acara akan lebih meriah dari biasanya.
Kartini mengenang, dalam semalam ia bisa menerima upah yang sangat besar. Namun, ia mengakui bahwa pekerjaannya saat itu bukan hanya menguras tenaga tetapi juga masa kecilnya. Sebab, tidak jarang Kartini harus menari sepanjang malam.
“Pokoknya saya dikasih 5 ribu rupiah. 5 ribu tuh udah senang gitu, dikasih duit ya karena masih sekolah masih SD ya. Kalau dulu bisa beli dua setengah gram emas,” kenang Kartini.
Kini di usianya yang tidak lagi muda, minat Kartini pada seni tari tidak pernah surut. Meski sudah tidak sering naik ke panggung, Kartini tetap dekat dengan dunia tari dengan melatih banyak anak di sekitar tempat tinggalnya. Bukan demi materi, Kartini melakukannya demi menjaga agar tradisi Tari Topeng Betawi tetap lestari.
Bukan hanya sekedar untuk membantu mengisi waktu, anak-anak yang dilatihnya pun harus memiliki target prestasi. Berkat tuntunan Kartini, anak-anak didiknya berhasil mengoleksi banyak piala serta penghargaan dalam berbagai level kejuaraan.
“Saya mencoba latihan-latihan ini kita ikut lomba-lomba. Alhamdulillah anak-anak di sini sudah dapat pialanya, jadi mereka beberapa kali mengikuti ini juara satu, juara dua. jadi mereka makanya udah mulai, ‘Oh saya jadi suka ini,'” terang kartini sambil tersenyum.
(vys/vys)