Jakarta –
Hidup serumah bersama mertua dan keluarga besarnya penuh dengan cerita. Salah satunya apabila ada percekcokan dalam rumah tersebut. Apakah hal itu fenomena sosial atau bisa jadi delik pidana?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca yang lengkapnya sebagai berikut:
Saya ada masalah pertengkaran sedikit dalam rumah tangga. Cuma setiap kali ada masalah mertua dan adik ipar selalu ikut campur sehingga masalah jadi besar. Bahkan sampai mengusir saya dari rumah.
Adakah pasal pidana untuk menghukum mereka agar jera mencampuri urusan kita?
B
Pembaca detik’s Advocate juga bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.
Nah untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Fabian A. Broto, S.H. Berikut jawaban lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Anda ajukan.
Kita pahami bersama bahwa orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya dan rasa sayang orang tua terhadap anak tidak akan hilang walau sang anak telah kawin atau mandiri. Rasa sayang orang tua tersebut kadang diwujudkan dalam bentuk campur tangan orang tua terhadap keluarga anak.
Perlu kita sadari bahwa adanya campur tangan orang tua terhadap anak yang telah kawin atau mandiri khususnya tidak selalu memberikan dampak positif tetapi juga berpotensi memberikan dampak negatif, khususunya terhadap hubungan suami istri antara anak dan pasangannya. Selain dapat menimbulkan konflik antara anak dan pasangannya, atau memperuncing konflik yang ada, hingga dapat mengakibatkan terjadinya perceraian. Hal-hal tersebut di atas selanjutnya diperparah dengan faktor tinggal serumah/ sang anak masih belum memiliki tempat tinggalnya sendiri baik karena alasan ekonomi ataupun alasan lainnya.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyebutkan kewajiban orangtua terhadap anak di dalam Pasal 45 sebagai berikut:
(1) Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orangtua yang dimaksud dam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Dalam ketentuan pasal tersebut batasan kewajiban dan tanggung jawab orangtua yaitu sampai anak sudah kawin atau dapat berdiri sendiri. Berdiri sendiri artinya tidak tergantung pada orang lain atau mandiri Pasal 45 ayat (2) memberikan batasan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak hingga ia menikah atau dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, tidak terdapat kewajiban orang tua terhadap anaknya yang sudah menikah.
Selanjutnya menjadi kewajiban bagi pasangan yang menikah untuk saling membantu sebagai suami istri di dalam membangun dan menjaga perkawinan dan rumah tangga yang dibentuknya sebagaimana Pasal 33 UU Perkawinan, menegaskan:
“Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain”.
Maksud dari perkawinan sendiri adalah agar suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, di mana terdapat persetujuan kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan yang disebutkan dalam Pasal 1 UU Perkawinan:
“Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Apakah Bisa Dipidanakan?
Untuk itu apabila terdapat permasalahan rumah tangga, sebaiknya dapat diselesaikan antara Anda dan pasangan Anda sebagai suami istri terlebih dahulu, dengan tetap melihat kepada tujuan Anda untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal. Namun apabila melibatkan/terdapat campur tangan orang tua atau orang lain, maka sebaiknya permasalahan yang Anda hadapi dapat disikapi, dicarikan solusi dan diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga dapat diselesaikan secara kekeluargaan tanpa harus melalui proses hukum karena pada prinsipnya, hukum pidana adalah ultimum remidium atau upaya terakhir yang dapat ditempuh setelah semua upaya lain sudah coba ditempuh.
Meski tidak terdapat pasal pidana atau undang-undang yang mengatur terkait campur tangan orang tua atau orang lain terhadap urusan Anda dan pasangan Anda (urusan rumah tangga Anda). Namun bila Anda tetap ingin membawa permasalahan Anda ke ranah hukum, yang dapat dilakukan adalah melakukan tuntutan pidana berdasarkan “perbuatan tidak menyenangkan” yang diatur dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;”
Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP, selengkapnya berbunyi:
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”.
Demikian dari kami, semoga bermanfaat dan dapat dipahami.
Fabian A. Broto, S.H.
Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
|
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)