Pakar transportasi KI Darmaningtyas memberikan sejumlah catatan terkait rekayasa lalu lintas di jalur mudik Tol Trans Jawa. Menurutnya, ada perlambatan, tetapi bukan berarti perjalanan macet atau stagnan.
KI Darmaningtyas sendiri melakukan perjalanan menggunakan bus dari Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur menuju ke Terminal Tirtonadi Solo, Jawa Tengah. KI Damaningtyas bertolak pada Rabu (19/4) pukul 10.40 dan tiba di Terminal Tirtonadi Surakarta (Solo) pukul 00.58 WIB atau sekitar 14 jam lebih.
“Dikurangi waktu istirahat satu jam lebih sedikit, berarti efektif perjalanan 13 jam,” kata Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN), KI Darmaningtyas, dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (20/4/2023).
Darmaningtyas mengatakan pada kondisi normal Jakarta-Solo bisa ditempuh dalam waktu 7 jam atau kecepatan 76,57 km/jam. Hal itu dialami oleh kawannya yang berangkat dari Jakarta (Cilangkap), pada Selasa (18/4) subuh yang tiba di Solo pada pukul 11.00 WIB atau kurang dari 7 jam.
Perjalanan Jalan Tol Trans Jawa (JTTJ) sepanjang 536 kilometer ditempuh 13 jam menurutnya, masuk kategori tersendat, karena jika dirata-rata kecepatan 41,23 km/jam yang mana kecepatan di jalan tol sendiri maksimal 60-80 km/jam. Pelambatan perjalanan dialami Darmaningtyas terjadi sejak di jalan Tol Cikampek.
“Bus yang saya naikin baru lepas dari Gerbang Tol Utama (GTU) Cikampek pukul 13.38 atau hampir tiga jam,” ujarnya.
Lalin Sempat Lancar saat One Way
Darmaningtyas mengatakan perjalanan dari Tol Cikampek sampai dengan Tol Kalikangkung sempat lancar saat diberlakukan one way dengan kecepatan 62-64 km/jam.
“Tapi hanya sampai di Km 81, setelah itu kembali merayap. Pukul 14.50 atau perjalanan empat jam lebih 10 baru melintas di Km 127,” ucapnya.
Pemandangan kendaraan terlihat lancar di jalur seberang (sisi kanan median jalan) yang diterapkan one way. Bahkan mungkin per jam hanya sekitar 1.500 – 2.000 kendaraan saja yang melintas di sisi kanan. Ruang yang ada masih bisa untuk melintas angkutan umum yang melawan arus.
“Sedangkan di sisi kiri padat merayap. Hal ini disebabkan banyak calon pemudik yang ingin istirahat di rest area yang posisinya di sisi kiri (rest area A). Jadi sumber pelambatan selalu berada di sekitar di rest area tapi berbuntut ke belakang,” katanya.
Perlambatan Jelang Rest Area
Dari pengamatan Darmaningtyas, rest area menjadi sumber pelambatan karena banyak kendaraan yang parkir di sana sehingga kendaraan yang baru tiba memerlukan waktu untuk mendapatkan tempat parkir. Kecuali itu, keterbatasan fasilitas toilet, terutama untuk perempuan, juga menambah waktu lama mereka di rest area, karena mereka perlu antre di toilet.
“Terlibat pula sejumlah mobil pribadi beristirahat di bahu jalan tol, di luar rest area. Ini tentu juga mempengaruhi pergerakan arus pemudik karena harus lebih hati-hati,” tuturnya.
Namun, menurut Darmaningtyas, secara umum, pergerakan yang sempat terhenti tidak bergerak tidak mencapai 10 menit. Namun hal ini bukan berarti lalu lintas macet, tetapi hanya terjadi perlambatan saja.
“Jadi yang terjadi bukan kemacetan, namun pelambatan pergerakan. Atau istilah transportnya lambat merayap, bukan stagnan,” katanya.
Darmaningtyas juga mengamati jalur di kanan yang tidak diterapkan one way tidak ada hambatan yang berarti.
“Di jalur kanan yang diterapkan one way mungkin tidak ada pelambatan karena volume kendaraan tidak terlalu banyak dan tidak mengalami gangguan di sekitar rest area,” imbuhnya.
Contraflow Lebih Berkeadilan
Darmaningtyas sendiri mengapresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menerapkan rekayasa lalin mulai dari contraflow, hingga one way. Menurutnya, rekayasa contraflow lebih berkeadilan.
“Kebijakan contraflow tampaknya lebih pas, karena selain dapat menambah kapasitas di jalur pergerakan utama (arus mudik ke arah timur dan arus balik ke arah barat menuju Jabodetabek) juga dapat memberikan kesempatan kepada kendaraan yang melawan arus untuk melintas, terutama angkutan umum,” katanya.
KI Darmaningtyas menilai one way kurang berkeadilan, karena pergerakan yang melawan arus menjadi terhambat. Namun, penerapan contraflow, terutama di jalur Pantura perlu diinformasikan secara realtime supaya pengguna jalan bisa mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melintas.
“Perlu ada info yang jelas mengenai kondisi jalur Pantura secara realtime, sehingga pengguna jalan, terutama yang melawan arus dapat memilih jalur yang tepat untuk dilewati,” imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya….