Jakarta –
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti kembali menjalani sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan hari ini. Sidang beragendakan tanggapan jasa atas eksepsi Haris dan Fatia.
“Iya (sidang hari ini) jam 10.00 WIB,” ujar Koordinator kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Muhammad Isnur, saat dimintai konfirmasi, Senin (8/5/2023).
Sidang akan digelar di ruang sidang utama PN Jakarta Timur. Sebelumnya, Haris Azhar dan Fatia telah menjalani sidang eksepsi pada 17 April 2023.
Haris Azhar Minta Dibebaskan
Dalam eksepsinya, Haris Azhar dan Fatia menuding dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) mengada-ada. Haris meminta dibebaskan atas dakwaan terhadap dirinya.
“Nota keberatan kami terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum adalah sebagai berikut. Pertama, eksepsi cacat formal karena dakwaan prematur,” kata anggota tim kuasa hukum.
Kuasa hukum Haris mengatakan upaya mediasi dihentikan secara sepihak oleh polisi. Selain itu, dia mengatakan telah memberikan ruang klarifikasi terkait materi podcast-nya, namun Luhut disebut tak hadir.
Berdasarkan hal itu, Haris Azhar meminta dibebaskan dari segala dakwaan. Dia meminta surat dakwaan jaksa dinyatakan batal demi hukum.
Didakwa Pencemaran Nama Baik
Sebagaimana diketahui, keduanya didakwa melakukan perbuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik terhadap Luhut. Jaksa mengatakan informasi terkait pencemaran nama baik Luhut itu disebar Haris Azhar di akun YouTube-nya.
Video yang diunggah di YouTube itu berjudul ‘Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam’. Hal yang dibahas dalam video itu adalah kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’.
Dalam video tersebut, narasumbernya adalah Fatia Maulidiyanty dan Owi. Jaksa mengatakan Fatia dan Haris memiliki maksud mencemarkan nama baik Luhut.
Menurut jaksa, perkataan Haris Azhar dan Fatia dalam video tersebut memuat pencemaran nama baik Luhut. Salah satu kalimat yang disorot terkait pertambangan di Papua.
(dwia/haf)