Jakarta –
Organisasi dokter hingga perawat dan tenaga kesehatan menggelar aksi unjuk rasa penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Para dokter dan tenaga kesehatan mengancam akan mogok nasional tanggal 14 Mei mendatang jika tujuan tak dipenuhi.
“Ada di rencana kita kalau tuntutan tidak dipenuhi ada mogok nasional. Itu direncanakan tanggal 14 Mei tadi sudah dikumandangkan jadi bahan orasi mengajak untuk mogok nasional jika tuntutan kita tidak dipenuhi,” kata salah satu peserta aksi, drg Dahlia Nadeak, kepada wartawan, Senin (8/5/2023).
Dia mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.
“Kita menuntut terkait kriminalisasi pelayanan kita. Jadi kita di dalam memberikan pelayanan itu dilindungi. Biar pelayanan kita dilindungi tidak bisa dikriminalisasi oleh pasien,” katanya.
Ancaman kriminalisasi tersebut tercantum pada pasal 462. Di mana disebutkan dalam pasal tersebut “Tenaga kesehatan dapat dipidana jika melakukan kelalaian”.
“Kalau tidak salah di Pasal 462 ‘Tenaga kesehatan bisa dipidana jika melakukan kelalaian’. Poin kelalaian itu, kematian itu dan cedera pasien masih dalam tanda petik. Itu perlu penjelasan lebih rinci,” katanya.
Dahlia khawatir pasal tersebut digunakan pasien untuk mengkriminalisasi dokter, sebab pada dasarnya dokter dan tenaga kesehatan adalah pekerja sosial yang juga memerlukan perlindungan. Di sisi lain, pihaknya menyayangkan pembahasan RUU Kesehatan ini tidak melibatkan organisasi profesi.
“Nanti bisa pengacara memaki itu kepada kita. Pembahasan itu keinginan kita dilibatkan organisasi profesi,” imbuhnya.
Berikut 17 poin Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law yang disoal oleh massa dokter-apoteker, berdasarkan informasi yang disampaikan oleh drg Dahlia Nadeak:
1. Organisasi Profesi (OP) hilang
2. Kolegium dihapuskan (tidak ada pasalnya)
3. Seminar P3KGB bukan lagi domain OP tetapi akan ada lembaga yang mengurus
4. Rekomendasi pemberian SKP oleh OP hilang.
5. Ujian serkom bukan oleh kolegium lagi tapi akan diambil alih oleh kemenkes.
6. UU Dikdok: RS bisa memproduksi spesialis.
7. OP menjadi tidak ada fungsinya.
8. Dokter asing sudah tidak boleh lagi ada evaluasi atau ujian persamaan, semua akan diterima sesuai dengan permintaan RS internasional.
9. OP menjadi multibar, siapa saja boleh membuat OP
10. Fungsi OP diambil alih oleh Kemenkes
11. Bila OP dihapus, tidak ada lagi yang menerapkan kode etik bagi tenaga medis atau tenaga kesehatan.
12. Kemenkes memegang keilmuan atau pendidikan dan dapat melibatkan disiplin ilmu masing-masing.
13. Jika dulu universitas bekerja sama dengan RS, sekarang dibalik RS yang dapat membentuk dokter-dokter spesialis dengan mengajak kerjasama universitas.
14. RS tidak perlu konsulen, dalam 2 tahun sudah bisa jadi pendidik. Hospital base ini jadi seperti pendampingan, bukan pendidikan.
15. Dulu pendidik S1 cukup spesialis, pendidik spesialis adalah SP (K) atau doktor, ini dihapuskan dengan alasan pendidikan SP kurang dan lulusan spesialis tidak ada yang mau ke daerah.
16. Tenaga kesehatan bisa kena sanksi pidana 3-5 tahun bila terdapat kelalaian
17. Tenaga kesehatan bisa dituntut ganti rugi oleh pasien bila terjadi kesalahan
(mei/dhn)