Jakarta –
Smartphone di satu sisi bisa memudahkan komunikasi. Tapi di sisi lain, gawai bisa menjadi pintu masuk ke hal negatif. Salah satunya dialami pembaca detik’s Advocate.
Berikut pertanyaan pembaca yang diterima detik’s Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.
Saya mengalami penipuan online mohon bantuannya untuk menindaklanjuti pelaku beserta
jajaran bisnis ilegal tersebut.
Uang saya sudah masuk banyak, namun pelaku tidak mengembalikan uang saya alasannya karena saya diarahkan ke jalur VIP dan sebagainya! Padahal perjanjiannya jika sudah mengerjakan tugas dengan selesai maka seluruh penarikan uang+bonus bisa dilakukan. Sampai sekarang uang tidak bisa diambil karena alasan pelaku, ada gangguan sistem di bank.
Padahal tidak mungkin gangguan sistem bank sampai 24 jam. Melainkan mereka tidak mau mengembalikan uangnya.
Terima kasih
Yunia
Untuk menjawab masalah-masalah di atas, tim detik’s Advocate merangkum jawaban dengan meminta pendapat hukum dari Fitrah Bukhari SH MH. Berikut jawaban lengkapnya:
Terima kasih kami ucapkan atas pertanyaan yang diajukan. Apa yang dialami syuniastunner@gmail.com merupakan modus yang sedang marak terjadi belakangan. Saat ini kami sedang menangani beberapa kasus yang mirip namun dengan alat yang berbeda.
Mayoritas pelaku menggunakan iming-iming mendapatkan keuntungan dengan cara kerja sampingan (part time) hingga membantu branding merchant di platform marketplace. Modus yang dilakukan adalah awalnya memberikan insentif atas tugas yang telah berhasil dilakukan, lalu selanjutnya diarahkan untuk mengisi top up saldo untuk dapat menyelesaikan tugas berikutnya dengan iming-iming setelah tugas selesai maka saldo dapat ditarik.
Saat tugas berikutnya sudah selesai dan korban ingin menarik dana plus bonus yang dijanjikan, pelaku merekayasa atau menarasikan adanya kesalahan korban dalam melaksanakan petunjuk, sehingga membuat korban gagal dalam proses penarikan atau pengerjaan tugasnya. Pelaku selanjutnya meminta korban untuk menyerahkan sejumlah dana lagi agar dana yang dijanjikan dapat ditarik.
Prinsipnya, penipuan yang terjadi di ranah daring (online) merupakan tindak pidana yang sama dengan penipuan konvensional yang diatur dalam KUHP. Karena itu, pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal sebagai berikut:
1. Penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bahwa:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang ataupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Unsur-unsur dari pasal penipuan tersebut, antara lain:
a. dengan maksud untuk menguntungkan diri secara melawan hukum;
b. menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu, memberi utang maupun menghapus piutang; dan
c. dengan menggunakan salah satu upaya penipuan
Penjelasan lebih lanjut oleh R Soenarto Soerodibroto mengungkapkan bahwa unsur “maksud menguntungkan diri secara melawan hukum” adalah pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang. akibat penyerahan barang tersebut menimbulkan kerugian pada orang yang menyerahkan. Menggerakkan untuk penyerahan barang. maksudnya telah terjadi perpindahan barang dari kekuasaan seseorang tanpa harus bisa dibuktikan bahwa barang itu jatuh dalam kekuasaan orang lain. Selain itu terdapat hubungan sebab-musabab antara upaya yang digunakan dan penyerahan barang yang dimaksud.
Upaya penipuan yang disebutkan dalam pasal ini adalah …dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan… memakai nama palsu berarti menggunakan nama yang bukan namanya sendiri.
Contoh mengatasnamakan tiktok, namun menggunakan website dengan nama domain seperti tikttook atau tiktoik sehingga membuat orang percaya bahwa situs tersebut adalah asli. Adapun tipu muslihat berarti perbuatan yang menyesatkan dan dapat menimbulkan dalih-dalih palsu dan gambaran keliru sehingga memaksa orang menerimanya.
Sedangkan rangkaian kebohongan adalah kebohongan yang dilakukan lebih dari satu kali untuk melengkapi kebohongan yang lain sehingga menimbulkan gambaran palsu seolah olah merupakan suatu kebenaran.
Selanjutnya, dikarenakan kejahatan dilakukan di ranah online, maka pelaku dapat diancam dengan kejahatan Penyebaran Berita Bohong sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Juncto Pasal 45 A Ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”
Dalam pasal ini, yang dimaksud dengan penyebaran berita bohong bukanlah berita bohong secara umum secara umum, melainkan penyebaran berita bohong dalam rangka melakukan transaksi elektronik. Misalnya menyebarkan berita bohong tentang mendapatkan keuntungan berlipat dengan cara like, komen dan subscribe akun tertentu yang dikirimkan melalui layanan aplikasi perpesanan, penyiaran daring, website, media sosial, marketplace ataupun layanan transaksi elektronik lainnya.
Sedangkan ancaman pidana bagi pelaku kejahatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” ditegaskan dalam Pasal 45A ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Hal yang dapat anda lakukan jika mengalami hal seperti ini adalah segera mengumpulkan bukti. Bukti tersebut dapat berupa tangkapan layar (screenshot) percakapan anda dengan pelaku, bila perlu gunakan rekam layar percakapan tersebut dalam bentuk video agar dapat memudahkan petugas untuk menemukan modus kejahatannya.
Selain itu, catat juga profil akun pelaku, nomor handphone yang digunakan ataupun link akunnya (jika dalam bentuk telegram).
Selanjutnya, catat dengan rapi data transasksi yang pernah anda lakukan kepada pelaku. misalnya, waktu detail (hari, tanggal, jam) serta nominal yang anda transfer serta berapa kali transaksi yang anda kirimkan kepada pelaku.
Untuk lebih menguatkan pihak penyidik, anda dapat pergi ke bank untuk meminta print out rekening koran dan menandai transaksi uang anda kirimkan kepada pelaku.
Masih terkait dengan bank, anda dapat melaporkan rekening pelaku dengan memasukkan kronologi dan berbagai bukti yang anda punya ke website cekrekening.id milik kementerian komunikasi dan informatika. Setelah ragam bukti tersebut anda pegang, bergegaslah ke kantor polisi dan sampaikan hal yang anda alami secara benar dan jujur.
Salam
Fitrah Bukhari SH MH
(Advokat pada Fitrah Bukhari and Partners/ Founder @advokatkonstitusi)
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
|
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Simak juga ‘Iming-Iming Jadi Pegawai Kantor OJK, Pecatan sekuriti Tipu 16 Orang’:
(asp/asp)