Jakarta –
Pengalaman advokat Arifin Purwanto mengurus pajak sepeda motor Supra X 125 di Samsat Madiun, Jawa Timur, membuatnya berpikir kritis. Ada yang salah dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Judicial review pun dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kala itu, sepeda motor kesayangan advokat Arifin Purwanto habis masa berlaku STNK dan nopolnya. Advokat Arifin Purwanto harus membayar pajak dan mengurus pelat nopol baru di Madiun, sesuai asal sepeda motornya. Padahal, sepeda motornya ada di Surabaya.
“Seandainya STNKB dan TNKB tersebut berlaku selamanya, seperti sebelum Indonesia merdeka sampai 1964, maka pemohon tentu tidak perlu repot-repot membawa sepeda motor dari Surabaya ke Madiun,” ucap advokat Arifin Purwanto sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (14/5/2023).
Advokat Arifin Purwanto lalu berpikir kritis apakah sistem harus seribet apa yang dialaminya. Apalagi di zaman teknologi 5.0 yang serba canggih. ‘Pesan makanan saja bisa sambil tiduran di rumah, makanan diantar sampai depan rumah’. Kurang lebih demikian pikirnya.
“Saat ini teknologi sudah canggih. Pesan barang sudah bisa menggunakan aplikasi atau telepon. Misalnya GoFood,” kata advokat Arifin Purwanto.
Advokat Arifin Purwanto menyebut saat ini mengurus surat sudah bisa secara elektronik. Misalnya penerbitan sertifikat jaminan fidusia oleh Menkumham RI. Ada juga penerbitan surat keterangan dari pengadilan lewat aplikasi eraterang. Bahkan notaris dalam mendaftarkan perusahaan Perseroan Terbatas, semua sudah online.
“Jadi pengurusan surat-surat bisa singkat dan cepat. Jadi tidak perlu harus ke kantor. Tentunya penerbitan STNKB dan TNKB bisa memanfaatkan teknologi yang sudah ada seperti instansi yang telah disebutkan di atas. Supaya segera jadi/selesai dalam waktu lebih dari 1 jam,” beber advokat Arifin Purwanto.
Advokat Arifin Purwanto lalu melakukan riset dan menelusuri dasar hukum kewajiban ganti nopol/STNK per lima tahun. Juga SIM yang harus diperbaharui 5 tahun sekali. Ternyata dasar hukumnya ada di UU LLAJ. Yaitu:
Pasal 70 ayat 2 UU LLAJ yang berbunyi:
Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun
dan Pasal 85 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), begini bunyinya:
Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang
Menurut Arifin, aturan di atas bertentangan dengan UUD 1945. Seperti perpanjangan SIM tiap lima tahun sekali bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengatur setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Judicial review ini masih berlangsung di MK. Dalam sidang perdana, MK meminta advokat Arifin memperbaiki draft judicial reviewnya agar lebih sistematis dan memperkuat argumen konstitusionalnya.
“Jadi, kalau mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri tentang perbuatan melawan hukum, gugatan cerai di Pengadilan Agama itu semua yang diperiksa oleh hakim adalah pijakannya gugatan atau permohonan di MK. Oleh karena permohonan atau gugatan itu adalah pijakan dari pada hakim untuk memeriksa dan kemudian bisa dan tidaknya perkara ini kemudian secara substansial dipertimbangkan oleh hakim sehingga hakim bisa memutus apakah mengabulkan atau menolak itu dasarnya adalah gugatan atau permohonan yang memang memenuhi syarat-syarat formil. Syarat formil itu ya bapak sudah terangkan disini kewenangan MK. Nah itu bisa memenuhi syarat formil itu. Bapak menjelaskan Pasal 24 kemudian Pasal 24C, Pasal 10 UUD MK. Sebaiknya nanti format permohonan diperbaiki, estetika permohonan juga perlu diperhatikan,” ujar Suhartoyo.
Di luar sidang, Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus menjelaskan bahwa SIM tidak bisa berlaku seumur hidup. Yusri menjelaskan, kesehatan menjadi salah satu persyaratan dalam pembuatan SIM.
Untuk itu, pemohon diwajibkan sehat baik jasmani dan rohani. Bukti kesehatan itu dilakukan melalui serangkaian tes yang menjadi persyaratan pembuatan maupun perpanjangan SIM. Ada juga kompetensi yang wajib di kuasai pemohon dalam pengendara. Makanya, ada ujian praktik yang wajib ditempuh.
“Kejiwaan orang itu setiap hari bisa berubah. Mungkin sekarang kamu baik, tapi mungkin tahun depan kamu jadi gila. Itulah harus kita uji psikologinya, kan harus ada surat keterangan,” kata Yusri.
Nah, bagaimana menurut detikers? Setuju dengan langkah advokat Arifin Purwanto atau ada pandangan sendiri? Tulis di kolom komentar ya…
(asp/whn)