Polisi mengungkap upaya restorative justice (RJ) dalam penyelesaian kasus KDRT yang berujung keduanya jadi tersangka. Namun upaya tersebut tak membuahkan hasil lantaran pihak istri tidak datang.
“Salah satu pihak mengajukan restorative justice. Nah, pada saat upaya restorative justice ini, pihak sang istri tidak hadir sama sekali sehingga kasusnya tetap berlanjut, ditetapkan semua sebagai tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes Baruno, kepada wartawan di Depok, Rabu (24/5/2023).
Terpisah, NS selaku ayah PB buka suara soal restorative justice tersebut. NS mengatakan anaknya menolak berdamai karena KDRT yang dilakukan suami sudah berulang-ulang.
“Saya ulang kembali, itu ada rencana RJ (restorative justice), perdamaian dari pihak sana (pihak suami). Pihak pengacara menyampaikan ke kita, karena saya pikir kejadian ini selalu berulang-ulang saya tolak,” kata NS di Depok.
“Begitu saya tolak, saya tanya ke pengacara saya, gimana kita harus perlu hadir?, enggak perlu hadir enggak apa-apa. Ya udah kita tidak hadir dong. Karena tidak ada kesepakatan dari kita,” tambahnya.
NS mengatakan, ia sering mendapat laporan kalau anak mengalami kekerasan dari sang suami. Akan tetapi ia tidak ingat kapan dan di mana peristiwa itu terjadi.
“Sangat sering (alami KDRT) sampai saya nggak tahu udah ke berapa kali,” kata NS.
“Saya kurang tahu (tahun berapa), semenjak mereka menikah anak saya langsung dibawa ke Palembang berapa bulan atau beberapa tahun kemudian itu mulai terjadi dan bukan yang ringan-ringan, hampir sama seperti yang terjadi,” tambahnya.
NS juga menyebut, anaknya pernah dijambak rambutnya rontok. Korban juga mengalami sejumlah luka memar akibat tindakan KDRT sang suami.
“(Jenis kekerasannya) dari muka itu ya, mata kanan kiri biru, di pelipis ada memar-memar, karena ada cerita anak saya tuh ditarik rambutnya sampe copot, keliatan agak botak sedikit, di dengkulnya, di kaki ada memar-memar yang saya lihat,” kata NS.
Baca di halaman selanjutnya: penjelasan polisi….