More

    Refly Harun Kritik Keras soal Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK: Memalukan!


    Jakarta

    Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait masa perpanjangan jabatan pimpinan KPK. Menurut Refly, seorang pimpinan negara tidak etis jika meminta jabatannya diperpanjang, jika memang dia benar-benar mengabdi untuk negara.

    “Masa kita persoalkan padahal dalam jangka 4 tahun itu banyak hal yang kita bisa lakukan, belum lagi banyak fasilitas negara yang akan diberikan kepada Anda-anda yang menjabat di pimpinan KPK, ya katakanlah honor atau gaji pasti nggak kurang dari Rp 50 juta per bulan, mungkin lebih, dan saya haqul yakin lebih,” kata Refly dalam YouTube channelnya, Senin (29/5/2023).

    Menurutnya, permintaan perpanjangan jabatan itu masih tabu. Dia juga menilai permohonan Nurul Ghufron itu memalukan.

    “Jadi kalau kita terhadap jabatan wilayah publik dan membutuhkan kepercayaan rasanya tabu kita perjuangkan agar kita makin lama makin diperpanjang jabatannya, kecuali kita job seeker pencari pekerjaan, memalukan menurut saya kalau misalnya ada pimpinan lembaga negara, baik lembaga negara utama, maupun lembaga negara penunjang, the man organ, di sini adalah state obsilary agency serta state independen body itu meminta-minta agar masa jabatannya diperpanjang, menurut saya memalukan, dan tidak sepantasnya MK mengabulkan hal-hal seperti itu yang remeh temeh, yang tidak ada kaitannya dengan konstitusionalisme sebuah norma,” ucapnya.

    Refly pun mempertanyakan urusan MK mengabulkan permohonan perpanjangan jabatan pimpinan KPK. Refly bahkan menyoroti pertimbangan putusan hakim MK yang menilai masa jabatan pimpinan KPK adalah bentuk diskriminatif.

    “Pertannyaannya adalah apa urusan MK perpanjang jabatan tersebut? Kalau dikatakan diskriminatif, lucu, kenapa? Kok diskriminasi, padahal MK sendiri ketika masa jabatannya diperpanjang 5 tahun sebagaimana diterapkan ke lembaga-lembaga lain yang menjadi 15 tahun tidak menganggap itu diskriminatif, bahkan go ahead langsung diterapkan, padahal beberapa hakim seharusnya sudah habis masa jabatan seperti rekan saya Saldi Isra harusnya sudah habis, apalagi hakim-hakim lainnya yang sudah lebih masa jabatannya dari 10 tahun, atau dia tidak ikut lagi pada periode kedua,” kata Refly.

    “Tapi yang terjadi adalah mereka terima itu dengan sukacita, ya seperti sebentuk gratifikasi, jadi kalau menguntungkan mereka terima, kalau kira-kira tidak menguntungkan mereka tidak terima atau mereka lakukan sesuatu kalau seandainya ini merupakan kepentingan kekuasaan. Mudah-mudahan tidak demikian, tapi kita patut curiga bahwa hakim-hakim MK sebagian besar mayoritas itu lebih meng-entertain kekuasaan,” lanjutnya.

    Menurutnya, masa jabatan empat tahun adalah legal policy. Menurutnya, tidak semua jabatan publik harus 5 tahun.

    “Jadi ini bukan soal hak asasi, bukan soal hak-hak dasar, ini adalah termin mengabdi kepada bangsa dan negara kalau mentalitas kita sebagai orang terpilih selektif mana mau kita bicara tentang berapa kali masa jabatan, bahkan kalau kita betuk-bentuk memang seorang negarawan atau seorang yang ingin mengabdi kepada republik ini, ya kita nggak berlomba-berlomba menduduki jabatan tersebut, karena jabatan itu amanah dan kepercayaan, jadi kalau dikasih kepercayaan 4 tahun tiba-tiba kita permasalahkannya waduh…. hahaha seperti kata Novel Baswedan kemaruk dalam jabatan kalau gitu,” katanya.

    (zap/dhn)



    Source link

    Latest articles

    spot_imgspot_img

    Related articles

    Leave a reply

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    spot_imgspot_img