Jakarta –
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menanggapi pernyataan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri yang bingung permasalahan di Papua yang tak kunjung usai. Khairul menyebut permasalahan itu merupakan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah karena Papua bukan daerah operasi militer (DOM).
“Penyelesaian masalah Papua ini sebenarnya memang bersifat marathon dan butuh kolaborasi lintas sektor. Tidak fair jika hanya dibebankan pada TNI-Polri. Harus diingat, sampai saat ini Papua bukanlah daerah operasi militer (DOM). Artinya, tanggungjawab sepenuhnya ada di tangan pemerintah, bukan pada TNI-Polri,” kata Khairul kepada wartawan, Sabtu (3/6/2022).
Khairul mengatakan pemerintah tak seharusnya membebani TNI-Polri seluruhnya dalam menangani masalah di Papua. Pemerintah, katanya tentu memiliki peran dalam membangun kepercayaan kepada masyarakat untuk memberikan rasa aman.
“Sementara, apapun yang terjadi, Pemerintah juga harus tetap serius menunjukkan itikad baik, membangun kepercayaan dan memperkuat dukungan masyarakat Papua, menghapus praktik-praktik buruk pelayanan publik dan kekerasan yang tidak patut,” ujarnya.
Selanjutnya, Khairul menyebut Papua memang sejak awal memiliki tantangan dalam memastikan keamanannya. Dari kondisi geografis hingga kelompok bersenjata yang tersebar di berbagai hutan dan pegunungan.
“Memang ada banyak tantangan dalam penyelesaian masalah keamanan Papua sejak awal. Kondisi geografis, kendala akses komunikasi, kelompok bersenjata yang tersebar di berbagai daerah hutan dan pegunungan dalam kelompok-kelompok kecil dengan kepemimpinan yang relatif otonom satu sama lain, pun tokoh-tokoh lokalnya, ikut mempersulit penyelesaian masalah,” katanya.
“Belum lagi persoalan-persoalan yang menyangkut profesionalisme dan integritas prajurit TNI-Polri yang ditampakkan melalui berbagai kasus perkelahian, indisipliner, perbuatan melawan hukum (jual beli senjata dan amunisi) di masa lalu, yang turut memperburuk situasi,” tambahnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan Megawati seharusnya mengerti atas kesulitan yang dihadapi. Karena menurutnya, dengan penurunan batalion pun tak bisa menyelesaikan masalah di Papua.
“Jadi, Bu Mega sebagai mantan Presiden mestinya memahami bahwa penyelesaian masalah Papua tidak sesederhana menurunkan beberapa batalyon lalu tuntas,” katanya.
“Sebagai pimpinan partai dominan, beliau mestinya mendorong pembahasan untuk menghadirkan kebijakan dan keputusan yang lebih komprehensif dan holistik melalui perangkatnya di DPR. Tentu kita juga tak ingin hadir keputusan politik reaktif seperti di Aceh, pada masa pemerintahannya,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden ke-5 Megawati RI Soekarnoputri menyinggung soal masalah di Papua yang disebutnya tidak kunjung usai. Megawati menyebut akan menurunkan beberapa batalion jika masih memimpin.
“Saya lihat yang maju ke Papua ini. Saya terus bilang, hm, kalau saya masih komandan, boleh toh, Pak, ngomong?” kata Megawati saat menghadiri serah terima pengoperasian Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bung Karno-369 di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (1/6).
“Kalau saya masih komandan, saya turunkan di sana berapa batalion. Keren, kan,” tambahnya.
Megawati mengaku sedih atas hal ini. Bahkan dia merasa bingung.
“Nah, seperti sekarang, rasanya saya sedih lho, ini boleh dong, lah kok urusan Papua saja kok nggak selesai-selesai. Jadi saya bingung sendiri. Terus saya mikir sendiri,” kata Megawati.
(azh/aik)