Jakarta –
Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Johan Budi mengaku khawatir soal penerapan restorative justice (RJ). Kekhawatirannya itu lantaran RJ kerap dianggap sebagai jalan damai dari suatu kasus.
Hal itu disampaikan Fadil saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Fadil Zumhana. Rapat membahas kinerja dan realisasi anggaran Jampidum Kejagung RI tahun 2022.
“Mengenai restorative justice, saya beberapa kali sosialisasi Undang-Undang yang salah satunya berkaitan dengan RJ. Bahkan di dapil saya di Jawa Timur, saya mengajak juga Kajarinya untuk mensosialisasikan RJ itu seperti apa sih. Karena saya takutnya, Pak Fadil, RJ itu bisa dianggap jalan untuk damai, bahayanya gitu,” kata Johan Budi di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Johan Budi mengaku sempat mendapat informasi kasus korupsi yang dikabarkan ingin diterapkan restorative justice. Meskipun, kata Johan, hal itu terkonfirmasi tidak betul setelah dirinya melakukan kroscek.
“Bahkan saya dapat info, yang akhirnya saya cek ternyata tidak benar, kasus-kasus korupsi itu juga mau di-RJ-kan, karena itu sosialisasi perlu,” ungkap Johan.
Johan mengajak agar para jaksa dapat melakukan sosialisasi terkait penerapan restorative justice sesuai dengan kategori yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020. Johan mewanti-wanti agar tak ada pihak yang melihat restorative justice sebagai sebuah jalan damai untuk semua perkara.
“Kemudian saya sebagian mengajak anak buah Pak Fadil untuk melakukan sosialiasi itu Pak dan siapa audiensnya? Banyak Pak ada yang kepala desa, juga mahasiswa, dan beberapa organisasi masyarakat,” tutur dia.
“Ini yang soal RJ tadi Pak sehingga jangan ada kesan RJ itu adalah jalan untuk damai terhadap satu perkara. Padahal perkara itu semestinya tidak masuk kategori RJ sesuai dengan Peraturan JA Nomor 15 Tahun 2020,” sambungnya.
Mendengar hal itu, Jampidum Fadil menepis anggapan restorative justice merupakan tempat bernegosiasi. Fadil menegaskan hal itu tidak pernah terjadi.
“Tentang ada kecurigaan ataupun pendapat sebagian bahwa RJ tempat hengki pengky atau tempat bernegosiasi. Itu kami tepis tidak pernah ada,” ungkap Fadil.
Fadil menuturkan, hingga saat ini pihaknya belum pernah menerima protes masyarakat terkait penyidikan kasus yang diberhentikan dengan restorative justice. Hal itu, kata Fadil, menunjukkan respons positif masyarakat.
“Sampai saat ini belum ada protes masyarakat ataupun praperadilan yang diajukan terhadap penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Itu menunjukkan sebetulnya ada respons positif dari masyarakat,” tuturnya.
Fadil menyampaikan bahwa pihaknya selalu mengontrol ribuan perkara. Untuk itu, Fadil menjamin keadilan restorative sudah sejalan dengan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020.
“Dari beberapa sampai bulan Juni terakhir kemarin, sudah menyentuh 2.929 perkara yang tidak lepas dari kontrol Jampidum setiap hari sehingga kami Insyaallah bisa menjamin bahwa keadilan restorative justice itu telah berjalan sesuai dengan Perja 15/2020 dan tidak dapat reaksi dari masyarakat berupa celahan atau praperadilan,” kata dia.
(dek/dek)