Jakarta –
Menko Polhukam Mahfud Md akan menggugat balik Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) Rp 5 Miliar. Hal ini lantaran Mahfud merasa terusik atas gugatan Perkomhan terkait mengomentari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan pemilu.
Mahfud merasan heran sebab dianggap melawan hukum usai mengomentari putusan pengadilan. Mahfud juga menertawakan Perkomhan yang menggugat Rp 1,02 miliar, menurutnya Perkomhan organisasi yang tidak pernah dia dengar kiprahnya, namun tiba-tiba menggugat ke PN Jakarta Pusat.
“Ha-ha-ha…, satu organisasi yang bagi saya tak pernah didengar kiprahnya yakni Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) tiba-tiba menggugat Saya sebagai Menko Polhukam ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Katanya saya telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena mengomentari putusan PN Jakpus yang memenangkan gugatan Partai PRIMA untuk menunda tahapan pemilu,” kata Mahfud, dalam keterangannya, Kamis (15/6/2023).
“Loh, masak mengomentari putusan pengadilan dianggap pembuatan melawan hukum? Hak perdata apa yang dimiliki oleh Perkomhan atas komentar vonis PN itu? Ada puluhan orang tiap hari yang mengomentari putusan pengadilan tapi tak pernah ada yg dianggap perbuatan melanggar hukum,” sambungnya.
Mahfud mengakui mengomentari putusan PN Jakpus yang dianggap keliru dan salah kamar. Mahfud lantas menjelaskan maksud pernyataannya tersebut.
“Itu kamar hukum administrasi kok dibawa ke kamar hukum perdata. Di dalam hukum administrasi Partai PRIMA sudah kalah di Bawaslu dan di PTUN tapi kok dibawa lagi ke Pengadilan Negeri, ya salah. Bagi saya itu permainan hukum,” ucapnya.
“Makanya saya bilang KPU harus naik banding dan kita akan melakukan perjuangan politik untuk menyelamatkan agenda konstitusional. Hukum Pemilu adalah hukum administrasi negara dan hukum tata negara, tak bisa diputuskan oleh Pengadilan Umum. Itu kompetensinya Bawaslu dan PTUN,” lanjut Mahfud.
Mahfud menuturkan banyak pihak yang juga mengomentari putusan PN Jakpus, beberapa diantaranya merupakan pimpinan parpol yang sudah lolos verifikasi. Mahfud pun kembali heran sebab cuma dirinya yang digugat.
Dia mempertanyakan legal standing Perkomhan yang memposisikan memiliki hak perdata yang dirugikan. Karena merasa diusik, Mahfud memutuskan akan menggugat balik Perkomhan Rp 5 miliar.
“Lagi pula yang berkomentar begitu atas putusan PN Jakpus itu kan hampir semua pimpinan Parpol utama yang sudah lolos verifikasi. Banyak juga politisi, akademisi, pengamat dan media mainstream yang mengomentari bahwa putusan itu salah. Mengapa mereka tidak digugat juga sekalian kalau itu dianggap melanggar hak perdata Perkomhan? Buktinya juga pada tingkat banding putusan PN itu dibatalkan seluruhnya oleh Pengadilan Tinggi yang berarti komentar publik itu benar secara hukum,” paparnya.
“Apa legal standing Perkomhan merasa punya hak perdata atas hak publik untuk ber-statement? Oleh karena mengusik saya, maka saya akan gugat balik Perkomhan dalam gugatan rekonvensi sebesar Rp 5 miliar dengan putusan provisi sita jaminan,” kata Mahfud.
Mahfud Digugat
Diketahui sebelumnya, Mahfud MD digugat sejumlah warga yang tergabung dalam Perkomhan sebesar Rp 1,02 miliar. Perkomhan menilai Mahfud Md melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengomentari putusan PN Jakpus soal penundaan pemilu.
Berdasarkan website PN Jakpus yang dikutip detikcom, Rabu (14/6/2023), gugatan itu terdaftar dengan nomor 205/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst. Duduk sebagai penggugat Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) dengan tergugat Pemerintah Republik Indonesia Cq Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia.
Berikut petitum Perkomhan:
Mengabulkan gugatan PENGGUGAT seluruhnya;
Menyatakan TERGUGAT telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
Menghukum TERGUGAT untuk meminta maaf secara terbuka disaksikan oleh PENGGUGAT dalam waktu 1×24 jam setelah perkara ini memiliki kekuatan hukum tetap;
Menghukum TERGUGAT membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) ;
Menghukum TERGUGAT membayar kerugian imateriil sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah);
Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat Pengadilan.
Lihat juga Video ‘Mahfud: Dari 1.200 Koruptor, 87 Persen Lulusan Sarjana’:
(dwia/dnu)