Jakarta –
Mahkamah Agung (MA) bergeming dengan menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Alhasil, Irwandi tetap dihukum 7 tahun penjara di kasus korupsi.
Kasus bermula saat KPK melakukan OTT kepada pejabat Pemprov Aceh pada 2018. Ikut terjaring Irwandi Yusuf dalam kasus dana otonomi khusus Aceh. Akhirnya Irwandi diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Irwandi dinilai jaksa KPK terbukti bersalah dalam dua dakwaan. Pertama, menerima suap sebesar Rp 1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi agar Irwandi mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Ahmadi agar kontraktor rekanan Kabupaten Bener Meriah bisa mengerjakan program pembangunan yang menggunakan Dana Otonomi Khusus Aceh tahun 2018.
Sedangkan pada dakwaan kedua, Irwandi dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 8,7 miliar selama menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022.
Pada 8 April 2019, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Irwandi Yusuf. Di tingkat banding diperberat menjdi 8 tahun penjara. Tapi hukuman banding tidak bertahan lama karena kembali dikoreksi oleh majelis kasasi.
Atas hal itu, Irwandi tidak terima dan mengajukan PK. Tapi MA bergeming seribu bahasa.
“Tolak Peninjauan Kembali Pemohon Peninjauan Kembali,” demikian lansir website MA, Senin (19/6/2023). Duduk sebagai ketua majelis Desnayeti dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Yohanes Priyana. Adapun panitera pengganti Wiryatmo Lukito Totok.
(asp/zap)