Jakarta –
Pengacara Hermawanto menyimpulkan dalam disertasinya bahwa pemenuhan HAM tidak hanya tanggung jawab tapi juga tanggung jawab legislatif dan yudikatif. Menurut advokat yang kini sedang membela Haris Azhar-Fatia itu, sebagai solusinya perlu dilakukan amandemen UUD 1945 untuk menyempurnakan hal tersebut.
Pasal UUD 1945 yang dimaksud yaitu Pasal 28I ayat (4) yang berbunyi:
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah
“UUD 1945 Pasal 28I ayat (4) menganut konsep ‘distribution of Obligations’ ada distribusi tanggungjawab dalam pemenuhan HAM, sehingga keliru jika kita hanya menuntut pemerintah untuk memenuhi Ham bagi setiap orang di Indonesia. Karena ada subjek lain yang seharusnya ikut bertanggungjawab,” kata Hermawanto kepada wartawan, Kamis (22/6/2023).
Disertasi itu berjudul ‘Pengaturan Tanggungjawab Pada Hak Asasi Manusia dalam UUD NRI 1945’ guna meraih gelar Doktor dari Universitas Brawijaya (UB) Malang. Disertasi itu dipertahankan di depan promotor Prof Dr Sudarsono SH MS dengan penguji antara lain Wakil Rektor UB Prof Dr M Ali Safa’at SH MH dan Dekan FH UB Dr Aan Eko Widiarto. Ujian terbuka itu digelar di Auditorium FH UB, Malang pada Rabu (21/6) kemarin.
“Rumusan padal 28I ayat (4) juga kurang tepat, karena meletakkan tanggung jawab utama pada Pemerintah padahal kewenangannya ada pada DPR/Legislatif seperti kewenangan membentuk UU dan kewenangan budgeting (Pasal 20 UUD), serta kewenangan penegakan hukum dan keadilan ada pada kekuasaan kehakiman (yudikatif) (Pasal 24 UUD),” papar Hermawanto.
Maka, kata Dr Hermawanto Amandemen UUD 1945 adalah keniscayaan untuk menata kembali konstitusi termasuk pasal-pasal HAM, agar subjek, wewenang dan tanggungjawabnya jelas dan sejalan dengan teori hukum ‘tidak ada wewenang tanpa tanggung jawab dan tidak ada tanggungjawab tanpa wewenang’. Hermawanto mengusulkan dalam disertasinya agar rumusan Pasal 28I ayat (4) menjadi:
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah, legislatif dan yudikatif.
“Dengan rumusan reformulasi ini maka tanggung jawab hak asasi mansusia tidak semata-mata menjadi tanggungjawab utama pemerintah, melainkan juga tanggungjawab utama pada legislatif dan yudikatif. Sedangkan tanggungjawab subjek lain tetap ada namun tidak utama,” ujar Hermawanto yang menyelesaikan S1-nya dari FH Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.
(asp/zap)