Jakarta –
Keluarga Mary Jane Veloso, terpidana mati asal Filipina yang terlibat dalam kasus penyelundupan heroin, datang jauh-jauh dari Filipina untuk meminta keadilan. Mereka akan mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Mary Jane dibebaskan dari eksekusi mati yang mengancamnya.
Ibu Mary Jane, Celia Veloso, mengatakan anaknya sudah dipenjara selama 13 tahun. Menurutnya, Mary Jane adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Mary Jane sudah dipenjara 13 tahun dan itu waktu yang sangat-sangat lama dan saya tau dia adalah korban TPPO,” ungkap Celia dalam jumpa pers di Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakpus, Kamis (22/6/2023).
Sebagai seorang Ibu, Celia mengaku sedih harus melihat anaknya mendekam di penjara untuk menunggu eksekusi. Padahal, kata Celia, Mary Jane adalah anak yang baik.
“Mary jane adalah anak bungsu saya. Saya kadang bertanya pada Tuhan kenapa anak saya ada di sini, di penjara. Dan saya tahu anak saya adalah anak yang sangat baik,” ujarnya.
“Dan saya melanjutkan permohonan atas dukungan semuanya atas pembebasan Mary Jane,” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, anak Mary Jane, Daniel, mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan untuk ibunya. Ia juga mengaku senang bisa diberi kesempatan untuk mengunjungi ibunya.
“Kami ingin berterima kasih kepada para pendukung yang ada di sini yang terus melanjutkan perjuangan kami untuk membebaskan ibu kami. Kami mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi ibu kami dan kami sangat senang. Dan akhirnya kami bisa bertemu kembali sebagai satu keluarga,” tuturnya.
Daniel mengaku sangat senang bisa melihat ibunya walaupun di balik jeruji. Dia juga bersyukur ibunya begitu dicintai oleh semua orang baik di dalam maupun luar penjara. Daniel pun berharap ibunya dapat segera dibebaskan tahun ini agar mereka bisa berkumpul bersama lagi sebagai satu keluarga yang utuh.
“Saya berharap tahun ini adalah tahun kepulangan ibu saya dan kembali ke kami sebagai satu keluarga,” harapnya.
Diketahui, Mary Jane Veloso merupakan terpidana mati asal Filipina yang terlibat dalam kasus penyelundupan heroin. Kendati dihukum mati, Mary Jane masih punya peluang mendapat grasi meskipun sempat ditolak Presiden Jokowi.
Mary Jane Veloso (31) ditangkap di bandara Yogyakarta pada April 2010 setelah kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin. Dia mengklaim narkoba tersebut dijahitkan di dalam kopernya tanpa sepengetahuan dirinya.
Selama di persidangan, Mary Jane berkukuh dia tidak bersalah. Presiden Filipina pun berharap Mary Jane mendapat grasi.
Eksekusi Mary Jane tertunda
Grasi Mary Jane, bersama 11 nama terpidana mati, ditolak Presiden Jokowi melalui Keputusan Presiden (Keppres) tertanggal 30 Desember 2014. Tim pengacara Mary Jane bahkan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 27 April 2015. Saat itu, tinggal menghitung hari eksekusi mati yang ternyata jatuh pada 29 April 2015. PK Mary Jane kemudian ditolak PN Sleman sehari setelah diajukan.
Saat itu, Mary Jane sendiri sudah dipindahkan dari LP Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ke LP Nusakambangan pada 24 April 2015 sekitar pukul 01.40 WIB, untuk menjalani persiapan eksekusi mati. Bak lolos dari lubang jarum, eksekusi mati Mary Jane yang seharusnya dilaksanakan ketika hari berpindah ke 29 April 2015 dibatalkan di detik-detik terakhir. Mary Jane tak masuk daftar terpidana yang dibawa ke lokasi eksekusi di Lapangan Limus Buntu sekitar pukul 00.00 WIB. Dia dibawa keluar selnya dan dikembalikan ke LP Wirogunan.
(mae/mae)