Jakarta –
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2022. Meski demikian, BPK menemukan sejumlah kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti.
Hal itu disampaikan Ketua BPK RI Isma Yatun saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2022 di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Acara ini juga dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Hasil pemeriksaan BPK juga mengungkapkan temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, yang tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2022, namun tetap perlu ditindaklanjuti guna perbaikan pengelolaan APBN,” kata Isma.
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan itu salah satunya pengelolaan pendapatan terkait fasilitas dan insentif perpajakan yang belum memadai. BPK merekomendasikan pemerintah mengoptimalkan fungsi pengawasan atas pemanfaatan fasilitas dan insentif perpajakan.
“Pengelolaan pendapatan, terkait fasilitas dan insentif perpajakan yang belum memadai serta pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) belum sesuai ketentuan. BPK merekomendasikan Pemerintah untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan atas pemanfaatan fasilitas dan insentif perpajakan,” tuturnya.
Kemudian, pengelolaan belanja antara lain belanja transfer Dana Bagi Hasil (DBH) secara nontunai yang dinilai BPK belum memadai. BPK pun meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan formulasi penghitungan Dana Bagi Hasil yang akan disalurkan secara nontunai.
“Pengelolaan Belanja antara lain belanja transfer Dana Bagi Hasil (DBH) secara nontunai belum memadai dan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang belum sepenuhnya didukung kebijakan pelaksanaan dan anggaran. BPK merekomendasikan Pemerintah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan formulasi penghitungan Dana Bagi Hasil yang akan disalurkan secara nontunai serta menetapkan kebijakan penyelesaian kewajiban Pemerintah atas pelaksanaan Program Subsidi Tambahan KUR,” beber Isma.
Terakhir, BPK juga menilai pengelolaan dan penyelesaian piutang negara belum optimal. Karena itu, BPK meminta pemerintah untuk mengamankan hak tagih piutang negara.
“Pengelolaan dan Penyelesaian Piutang Negara yang belum optimal, belum memadai dan belum sesuai ketentuan, terutama pada piutang negara dari proses likuidasi BUMN, piutang pajak, dan piutang bukan pajak. BPK merekomendasikan Pemerintah untuk mengamankan hak tagih piutang negara dalam proses likuidasi BUMN, memutakhirkan data piutang pajak, dan meningkatkan pengawasan maupun pengendalian piutang bukan pajak tersebut,” ucap Isma.
(mae/haf)