Serang –
Kajati Banten Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan bahwa ada kesalahpahaman terkait viral korban pemerkosaan dipersulit oleh jaksa saat sidang di Pengadilan Negeri Pandeglang. Didik menyebut kasus ITE yang menimpa korban IAK sendiri sudah disidangkan dari penyidikan Polda Banten.
“Kita mau memperjuangkan korban, kita jaksa malah jadi korban salah paham. Jaksa sudah mewakili, sudah menyidangkan kasus ini. Malah dibully seolah-olah tidak berpihak pada korban,” kata Didik menjelaskan melalui zoom di Serang, Senin (26/6/2023).
Didik kemudian meminta Jaksa Nia untuk menerangkan mengenai perkara yang dialami korban berdasarkan dakwaan di pengadilan. Diterangkan bahwa terdakwa dalam perkara ini adalah Alwi Husen Maolana.
Terdakwa dan korban sendiri sudah saling mengenal sejak 2015-2016 ketika masih SMP. Hubungan terjadi antara terdakwa hingga jenjang kuliah dengan korban. Terdakwa memiliki video berisi konten tertentu yang bersifat asusila antara terdakwa dan korban.
Konten itu lalu digunakan oleh terdakwa sebagai alat pengancaman. Jika akan putus hubungan antara keduanya, maka terdakwa mengancam akan menyebarkan video tersebut.
“Pada 27 November 2022, terdakwa mendistribusikan video yang memuat melanggar kesusilaan antara terdakwa dan saksi melalui DM Instagram ke teman dekat IAK,” ujarnya.
Terdakwa juga katanya mengirim pesan berisi ancaman. Bahwa video asusila tersebut akan dikirim ke teman IAK.
“Terdakwa mengirim pesan melalui pesan ke IAK dengan kata ancaman memberikan bukti video asusila tersebut dikirimkan ke temanya saksi IAK,” ujarnya.
Sidang perkara di atas, kata Didik sudah berlangsung sebanyak tiga kali di Pengadilan Negeri Pandeglang. Setelah sidang ketiga itu, kakak korban datang ke Kejari Pandeglang. Kakak korban juga melaporkan bahwa adiknya itu diperkosa selama 3 tahun oleh terdakwa.
Disampaikan bahwa, sesuai hukum acara, korban agar melapor perkosaan ke Polda Banten. Selain itu, karena pemerkosaan itu sudah lama dan jaksa menanyakan masalah visum. Namun, hal itu katanya dianggap tidak merespons.
“Di persidangan viral di twitter melarang masuk. Itu kan kasus kesusilaan itu memang tertutup hakim yang mengatur,” jelas Kajati.
(bri/azh)