Jakarta –
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief menyesalkan kelambanan Mashariq dalam menyiapkan layanan jemaah haji di Muzdalifah dan Mina. Hal ini mengakibatkan persoalan jemaah haji terlantar hingga tidak dapat asupan makanan.
“Kita sudah sampaikan protes keras ke Mashariq terkait persoalan yang terjadi di Muzdalifah. Kita juga meminta agar tidak ada persoalan dalam penyediaan layanan di Mina,” tegas Hilman dikutip laman resmi kemenag.go.id, Rabu (28/6/2023).
Mashariq atau Motawifs Pilgrims for South-East Asia Countries Company adalah perusahaan investasi untuk pelayanan haji dan umrah yang bermarkas di Mekkah.
Pada Februari 2023, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan syarikah Mashariq untuk melayani jemaah haji 1444 H/2023 M.
Hilman memastikan pihaknya akan mengawal terus proses pelayanan ibadah haji. Dia meminta Mashariq bergerak cepat melayani jemaah haji.
“Kita akan terus kawal ini, agar Mashariq bergerak lebih cepat dalam penyiapan layanan bagi jemaah haji,” lanjutnya.
Protes keras disampaikan ke Mashariq, lanjut Hilman, karena penyediaan layanan di Arafah – Muzdalifah – Mina (Armina) sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka. Mekanisme ini juga dilakukan oleh semua negara, proses penyediaan layanan dalam skema kemitraan dengan otoritas Mashariq.
“Jadi di Armina, sepenuhnya penyediaan layanan dilakukan Mashariq. Karenanya, kita minta agar semua hak jemaah haji Indonesia bisa diberikan dengan baik,” tegasnya.
Hilman minta Mashariq dapat mengambil keputusan cepat dalam mengantisipasi setiap potensi munculnya masalah. Sehingga, potensi yang ada bisa segera diselesaikan dan tidak merugikan jemaah.
“Mashariq tentu tahu kalau Indonesia adalah jemaah haji terbesar. Mestinya ada skema mitigasi yang lebih komprehensif dan cepat,” jelasnya.
Hilman pun mengakui bahwa ruang yang tersedia di Mina bagi jemaah haji sangat terbatas. Setiap jemaah, hanya mendapat ruang pada kisaran 0,8 meter persegi. Namun, kondisi yang semacam ini memang terjadi setiap tahun, sejak puluhan tahun lalu.
“Bahkan, ijtihad ulama dalam menetapkan Mina Jadid menjadi bukti bahwa sempitnya ruang Mina sudah dirasakan dan menjadi diskursus sejak dulu,” sebut Hilma
(eva/knv)