Jakarta –
Sikap tenang anggota DPR RI ada olok-olokan di Google Maps dinilai baik. Pakar memandang para wakil rakyat dinilai menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi publik dengan baik dan elegan.
“DPR selama ini mendapatkan spotlight dari publik, wajar saja karena menjadi sentra penyuaraan keluhan rakyat, tapi perlu diapresiasi reaksi lunak terhadap kritikan dan hujatan, sikap tersebut adalah sikap yang bijaksana,” kata pakar komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (5/7/2023).
Seperti diketahui, nama Gedung DPR/MPR mendapat olok-olok di Google Maps. Direktori penamaan Gedung DPR/MPR RI di Google Maps diubah menjadi sejumlah nama lain yang berkonotasi sangat negatif.
Ari menyayangkan pengubahan nama Gedung DPR di Google Maps itu. Menurutnya, gaya kritik yang disampaikan sebagian pihak terhadap DPR tersebut telah melampaui koridor kesopanan.
“Kritik yang benar adalah bisa menyentil kuping dengan panas tanpa harus menjewernya dengan keras. Penyampaian pendapat harus berpijak kepada persoalan yang terjadi disertai data dan fakta yang mendukung,” tutur Ari.
Ari menilai perlu adanya perbaikan budaya komunikasi masyarakat Indonesia. Sebab, kata dia, keterbukaan informasi sebaiknya tetap mengedepankan nilai-nilai kesopanan.
“Koridor kesopanan sebagai orang Timur tetap harus kita kedepankan bersama. Esensi kritik tidak harus disampaikan dengan sarkasme tetapi harus elegan menyampaikan kritik disertai solusi,” ungkap Ari.
“Pemilihan bahasa yang tidak sopan atau tidak pantas menjadi cerminan bangsa, bukan instansi tertentu saja, jadi perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran publik akan hal ini,” sambung Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama itu.
Ari memahami kegeraman publik yang menganggap kinerja DPR kurang atau masih adanya kelemahan fungsi-fungsi yang dijalankan lembaga legislatif itu. Namun, menurutnya, era keterbukaan disebut tidak harus disikapi dengan pernyataan-pernyataan yang melanggar norma kesopanan.
“Kegeraman masyarakat tentu bisa kita maklumi. Akan tetapi jika menyematkan kata-kata yang seronok dan kasar di saat DPR sudah menjalankan fungsi kontrol, legislasi dan penganggaran walau DPR belum maksimal, tentu juga tidak pantas,” sebut Ari.
Olokan yang diungkapkan sebagian orang dengan mengubah nama Gedung DPR di Google Maps dinilai Ari tidak terlepas dari perilaku sebagian oknum anggota dewan yang dianggap mengecewakan. Termasuk perilaku korup sejumlah anggota DPR.
“Tidak semua publik memang bisa mengekspresikan kekecewaannya dengan narasi yang santun tetapi setidaknya tidak elok juga menyamaratakan semua anggota dewan dengan stigma buruk dan mengecewakan,” ucap Ari.
Di sisi lain, peraih Certificate of Merit dari World Custom Organization atas kontribusinya dalam penataan kehumasan Bea Cukai Indonesia di 2014 itu menilai DPR RI di periode kepemimpinan Puan Maharani sudah memperlihatkan kinerja optimal. Ia menilai DPR RI periode saat ini terus menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik dan tetap mengedepankan kepentingan rakyat.
“Sejauh ini DPR tetap kritis kepada Pemerintah walau sebagian besar Dewan diisi partai-partai koalisi pendukung Pemerintah. Bagimana Dewan tetap kritis terhadap rencana pembelian pesawat uzur dari Qatar. DPR juga resah dengan kinerja Polri yang tidak optimal dan lain-lain,” papar Ari.
Ari menambahkan hujatan kali ini menambah daftar tantangan bagi DPR RI untuk semakin berbenah diri. Tuduhan itu, kata dia, dapat menjadi motivasi buat legislator untuk membuktikan kinerja sebaik-baiknya dalam fungsi pengawasan, legislasi dan penganggaran.
“Anggap saja ini warning dari sebagian pihak yang tidak puas dengan capaian dan kinerja DPR. Memuaskan semua orang memang tidak identik dengan tidak adanya kritik sama sekali. Justru DPR harus terus membumi dan terus menyuarakan aspirasi rakyat yang diwakilinya,” terang Ari.
Ari mengapresiasi mayoritas anggota DPR RI yang menanggapi cercaan dengan santai. Menurutnya, sikap anggota dewan yang tidak reaktif dan menilai DPR telah menunjukkan sebagai lembaga yang tidak anti-kritik.
“Sikap DPR yang adem ayem terhadap kritik keras dari sebagian pihak tersebut menunjukkan kedewasaan DPR yang tidak harus selalu reaktif dan tidak sedikit-dikit lapor polisi,” cetus Air.
“Kritik tidak harus dibalas dengan kritik, justru kritik harus disikapi dengan kinerja yang baik walau sebagian besar anggota Dewan akan berlaga kembali di pentas pemilu legislatif,” lanjutnya.
Sejumlah anggota DPR menanggapi polemik direktori Google Maps itu dengan santai dan positif. Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera misalnya, menilai kritikan tersebut sebagai bentuk perhatian dari rakyat.
“Nikmati aja. Buktikan dengan kinerja. Dan sebar terus kasih sayang bagi rakyat,” ucap Mardani.
Mardani mengatakan DPR tidak akan terpengaruh dengan olok-olok tersebut dan akan terus berfokus bekerja memperjuangkan kepentingan rakyat lewat fungsi-fungsi DPR.
“UU yang pro-rakyat dan anggaran yang menguatkan SDM, plus pengawasan yang tajam pada pemerintah,” tegas Mardani.
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Arsul Sani yang menilai olok-olok di Google Maps sebagai bentuk ekspresi dalam berdemokrasi. Ia mengatakan cibiran lewat teknologi informasi tersebut bukanlah hal yang luar biasa.
“Dianggap sebagai bagian dari ‘kenakalan’ dalam demokrasi. Karena itu kalau buat saya ekspresi-ekspresi tidak usah direspons dengan kemarahan,” ucap Arsul.
Sementara itu, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Habiburokhman menyatakan hinaan di Google Maps untuk DPR menjadi pemicu untuk DPR dalam memperbaiki kinerja.
“Kritikan dan hinaan agar menjadi pemicu semangat anggota DPR untuk semakin baik bekerja,” kata Habiburokhman.
Anggota Komisi I Dave Laksono pun menyatakan hal serupa. Menurutnya ejekan sebagian masyarakat lewat pengubahan nama Gedung DPR di Google Maps seharusnya tidak dipandang untuk merendahkan DPR.
“Itu adalah bagian pecutan untuk terus bagaimana kita menjawab tuntutan masyarakat. Jadi jangan kita menganggap bahwa itu sesuatu yang merendahkan tapi justru ini menjadi koreksi untuk kita memperbaiki diri,” sebut Dave.
Dave pun mengajak para legislator untuk menjawab olok-olok itu dengan kinerja yang lebih baik.
“Kita jawab dengan hasil kerja. Ya sesuai perintah presiden, kerja, kerja, kerja,” seru Dave.
Adapun keterbukaan menjadi salah satu prinsip yang dibawa Puan Maharani dalam memimpin DPR RI. Sejak menjabat sebagai Ketua DPR pada 2019 lalu, Puan berkomitmen menjadikan lembaga tersebut sebagai ‘rumah rakyat’. Ia memiliki visi misi untuk menjadikan DPR sebagai parlemen modern yang terbuka, transparan, dan akuntabel.
Saat dilantik menjadi Ketua DPR pada 1 Oktober 2019 lalu, Puan juga menegaskan DPR tidak akan anti terhadap kritik dari masyarakat. Namun ia berharap masyarakat tidak mudah terjebak pada penilaian yang bersifat apriori terhadap pelaksanaan tugas-tugas DPR dan bersikap obyektif dalam menilai kinerja wakil rakyat.
“Kita tidak anti-kritik, kita akan selalu terbuka terhadap setiap aspirasi dan masukan yang kita terima dari masyarakat,” tegas Puan.
“DPR adalah lembaga yang merupakan representasi rakyat, sehingga Gedung DPR adalah rumah rakyat,” ujar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
(ega/ega)