Jakarta –
Wakil presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengatakan ada 6,3 juta balita Indonesia mengalami stunting pada tahun 2020, berdasarkan data PBB. Dia menyebut angka itu penting diturunkan demi kualitas SDM di Indonesia.
“Menurut statistik PBB pada tahun 2020, (sebanyak) 22 persen balita di seluruh dunia mengalami stunting. Jumlahnya diperkirakan lebih dari 149 juta balita. Dari jumlah tersebut sekitar 6,3 juta balita stunting pada tahun 2020 adalah balita Indonesia,” kata Ma’ruf Amin dalam pidatonya di puncak Harganas ke-30 di Halaman Kantor Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7/2023).
Ma’ruf mengatakan stunting bukan hanya permasalahan tinggi badan. Namun, dia menyebutkan stunting dapat berdampak buruk pada kualitas hidup individu tersebut.
“Kita memahami konsekuensi dari stunting bukan semata-mata persoalan tinggi badan, namun yang lebih buruk adalah dampaknya terhadap kualitas hidup individu akibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan dalam kecerdasan dan kalah di dalam persaingan,” ujarnya.
Dia mengingatkan persoalan stunting harus ditangani dengan serius. Menurutnya, dampak buruk stunting dapat termanifestasi dalah waktu bertahun-tahun.
“Mengutip kalimat UNICEF yang menyatakan anak stunting memiliki badan dan otak yang stunting. Anak stunting memiliki kehidupan yang stunting pula. Dampak penuh dari stunting di masa kecil mungkin baru termanifestasi dalam waktu bertahun-tahun ke depan dan akibatnya terlambat untuk diatasi. Oleh sebab itu kita mesti serius melakukan upaya menurunkan angka stunting di negara kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ma’ruf mengatakan angka stunting Indonesia saat ini mencapai 21,6 %. Dia mengatakan setiap tahun angka stunting itu harus berhasil diturunkan untuk mengejar target 14% pada 2024 mendatang.
“Saya ingatkan kembali prevalensi stunting di Indonesia saat ini adalah 21,6%. Ini supaya kita sadar. Sementara target kita adalah 14% pada tahun 2024. Sisanya tinggal, tidak sampai 2 tahun. Artinya secara nasional setiap tahun 2023, 2024, itu kita harus menghasilkan bisa menurunkan 3,8% kalau untuk 14 persen 3,8%,” tambahnya.
Sebelumnya, wakil Presiden Ma’ruf Amin menyoroti soal fenomena pernikahan anak. Pernikahan anak memang tak dilarang, tapi akan menimbulkan efek negatif seperti bayi yang dilahirkan alami stunting.
Ma’ruf mewanti-wanti kepada orang tua untuk mengawasi remajanya untuk berperilaku hidup dan pergaulan sehat. Ma’ruf pun menyebut angka pernikahan anak masih tinggi.
“Bagi keluarga yang memiliki anak remaja, agar dipastikan remaja kita mempunyai perilaku hidup dan pergaulan yang sehat. Patut menjadi keprihatinan kita bersama, masih relatif tingginya angka pernikahan anak,” kata Ma’ruf di acara Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-30 (Harganas) di Halaman Kantor Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7).
Bagi Ma’ruf pernikahan anak perlu dihindari karena memiliki efek negatif. Meskipun, pernikahan anak tak dilarang secara agama.
“Pernikahan anak mesti kita hindari karena lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, termasuk berisiko lebih tinggi menghasilkan anak stunting,” katanya.
“Memang secara agama tidak dilarang, tetapi perkawinan dini di bawah umur itu membawa kemudaratan, yaitu berbagai macam bahaya termasuk stunting. Setiap sesuatu yang membawa bahaya itu dilarang agama,” ujarnya.
(azh/azh)