Jakarta –
DPP PSI menyoroti sistem zonasi PPDB di berbagai daerah. Ketua DPP PSI, Furqan AMC meminta sistem zonasi PPDB dievaluasi total karena dianggap rawan pemalsuan dokumen.
“Sistem zonasi PPDB harus dievaluasi total. Alih-alih untuk pemerataan pendidikan, yang terjadi malah sistem Zonasi PPDB mendiskriminasi dan menumbuhkan budaya negatif yang merusak,” kata Furqan dalam keterangannya, Rabu (12/7/2023).
Furqan mengatakan sistem zonasi PPDB mendiskriminasi calon siswa yang seharusnya dijamin hak pendidikannya oleh konstitusi, hanya karena letak rumah yang tak masuk zonasi. Dia menilai sistem PPDB tersebut diduga akan membuat anak-anak desa atau pinggiran kota kesulitan mengakses sekolah negeri yang lebih bermutu di tengah kota.
Selain itu, menurutnya sistem zonasi telah menyuburkan praktik pemalsuan dokumen, pungli dan percaloan dalam PPDB. Dia mencontohkan temuan kasus 31 Kartu Keluarga (KK) palsu calon siswa baru di SMA Negeri 8 Pekanbaru, Riau beberapa hari lalu.
“Kasus penemuan 31 KK bodong calon siswa di SMA 8 Negeri Pekanbaru tersebut hanyalah puncak gunung es yang terungkap. Besar dugaannya praktik pemalsuan KK tersebut terjadi jamak di semua kota dan kabupaten di seluruh Indonesia,” kata Furqan.
Lebih lanjut, di Kota Bogor, Jawa Barat, Wali Kota Bima Arya menyebut ada 155 pendaftar PPDB yang tidak sesuai domisilinya dengan yang tercatat pada Kartu Keluarga (KK).
“Tentu saja ini adalah budaya negatif dalam pendidikan kita yang dapat merusak basis moral si anak. Berbohong jadi dianggap biasa,” ujarnya.
“Selain itu, anak yang dicoret dari PPDB suatu sekolah karena ketahuan memanipulasi data, bisa mengalami trauma psikologis karena resiko stigma sosial maupun perasaan bersalah,” sambungnya Furqan.
Dia menyebut sistem zonasi PPDB telah mendorong praktik jual beli Kartu Keluarga (KK) yang juga bisa mengganggu tertib data dukcapil setempat.
Sebelumnya, pada masa pendaftaran sekolah ini, ada ratusan calon siswa SMP di Kota Bogor yang memalsukan alamat. Mereka memalsukan alamat supaya bisa terakomodasi dalam rentang zonasi sekolah yang dituju.
Di antara 913 calon siswa, ada 155 calon siswa yang menggunakan data kependudukan palsu. Mereka mendaftar di beberapa SMP unggulan dan favorit Kota Bogor. Keruan saja, meski jelas tidak ada pembenaran untuk cara ilegal, sekolah favorit banyak peminatnya.
“Ini kebanyakan memang sekolah unggulah ya (terjadi pelanggaran). Jadi semakin SMP itu dipersepsikan favorit, maka angka dugaan angka pelanggarannya semakin tinggi,” kata Wali Kota Bima Arya dalam jumpa pers terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di Kota Bogor, Minggu (9/7) lalu.
Misalnya saja, SMPN 1 Bogor punya 32 persen pendaftar bermasalah, SMPN 2 punya 9 persen pendaftar bermalasah, dan SMPN 3 punya 1 persen pendaftar bermasalah, serta SMPN 4 puya 15 persen pendaftar bermasalah. Tak ketinggalan, SMPN 5 punya 14 persen pendaftar bermasalah.
(yld/idn)