Tangerang Selatan –
Pria inisial BD, ditetapkan sebagai tersangka usai melakukan KDRT kepada istrinya yang sedang hamil di Serpongm Tangerang Selatan. Akan tetapi, BD tidak ditahan polisi.
Kanit PPA Satreskrim Polres Tangsel Ipda Siswanto menjelaskan alasan mengapa tersangka tidak ditahan. Tersangka BD sendiri ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 44 Ayat (4) UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
“Untuk sementara tidak kami tahan ya, karena berlaku ayat 4 tadi,” kata Siswanto saat dihubungi detikcom, Jumat (14/7/2023).
Siswanto sekaligus meluruskan informasi yang beredar di media sosial yang menyebutkan polisi melepaskan tersangka karena KDRT dianggap tindak pidana ringan. Melainkan, akibat perbuatan pelaku ini korban mengalami luka ringan.
“Ayat 1 bisa ditahan tapi tidak dilakukan oleh suami atau istrinya. Kalau pelakunya suami atau istrinya, maka berlaku ayat yang ke-4,” ungkapnya.
Menurutnya, ketentuan terkait definisi luka berat dijelaskan dalam Pasal 90 KUHP. Sehingga dia mengacu kepada Undang-Undang tersebut.
“Nah ketentuan luka berat itu ada di Pasal 90 KUHP. Nggak ada tipiring atau apa. Luka berat itu kan ada definisinya yang masuk kategorinya. Kalau kita melihat subyektif luka-lukanya dengan kondisi darah ke mana-mana pasti orang akan empati. Tapi kalau kerangka acuannya Undang-Undang atau aturan, ya nanti dulu, kami melihatnya begitu ,” imbuhnya.
Untuk sementara, korban belum bisa dimintai keterangan karena masih pengobatan. Hasil visum korban juga belum keluar hingga saat ini.
“Kalau visumnya belum jadi, korban juga masih belum bisa dimintai keterangan,” terangnya.
Namun menurutnya, proses hukum tetap berjalan meski tersangka tak ditahan. Tidak ditahan bukan berarti menggugurkan statusnya sebagai tersangka.
“Namun demikian, masa penahanan itu kan ada persyaratannya. Unsur formil dan material, kalau formilnya itu takut mengulangi perbuatannya, takut melarikan diri, menghilangkan barang bukti, apa gitu. Kalau materilnya diancam hukuman di atas 5 tahun,” pungkasnya.
Bunyi Pasal 44:
(1) : Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
(2) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(3) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(4) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(rdh/mea)