Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menyampaikan pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) harus mempunyai peran preventive diplomacy. Hal itu dilakukan untuk menjaga perdamaian dan mencegah terjadinya konflik di kawasan.
Hal itu disampaikan Retno saat memimpin pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) ke-30, Jumat (14/7) di Jakarta. Dalam pidato pembukanya, Menlu Retno menyampaikan bahwa pendekatan “tit for tat” telah menciptakan krisis kepercayaan yang dalam, sehingga menghambat kerja sama.
Dia menggarisbawahi potensi konflik yang berasal dari sengketa wilayah dan konflik etnik. Tantangan tersebut semakin kompleks dengan munculnya masalah keamanan non-tradisional seperti terorisme, perdagangan orang, dan perompakan laut.
“Kompleksitas ini menuntut kita untuk dapat mengelola potensi konflik dengan cara yang lebih baik. Kita harus menggunakan ARF sebagai wahana untuk mengupayakan perdamaian dan mencegah terjadinya konflik di kawasan,” kata Retno.
Retno menegaskan pentingnya mengubah defisit kepercayaan menjadi strategic trust. Dia juga menekankan perlunya membangun kerja sama yang bermanfaat langsung bagi masyarakat di kawasan. Indonesia terus mendorong kerja sama konkret visi ASEAN Outlook on the Indo-Pacific.
“Kerja sama tersebut tidak hanya bermanfaat di bidang ekonomi, namun juga dapat mendorong kerja sama strategis di tengah situasi geopolitik saat ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Retno menyampaikan bahwa sudah saatnya ARF bertransformasi ke tahap selanjutnya untuk menjadi mekanisme pencegahan konflik (preventive diplomacy) yang lebih
responsif dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan.