Idealnya rumah harus menjadi tempat yang nyaman bagi tiap penghuninya. Namun hal itu tidak berlaku bagi keluarga Ngadenin. Lansia berusia 63 tahun ini harus tinggal di sebuah rumah yang terimpit dengan bangunan hotel.
Rumah milik Ngadenin itu terletak di Jalan Jatiwaringin Raya RT 03/ RW 04 Pondok Gede, Bekasi. Rumahnya tersebut sama sekali tidak memiliki akses jalan.
detikcom melihat langsung ke lokasi pada Sabtu (15/7/2023), terlihat untuk bisa sampai ke rumah Ngadenin hanya bisa melalui saluran air atau got. Sekeliling rumah lansia tersebut sudah ditutupi oleh bangunan hotel.
“Pokoknya saya 2020 (pindah) karena sudah dikurung susah masuk, kita keluar sajalah. Setelah itu sudah tidak nempatin-lah,” kata Ngadenin kepada detikcom.
Kegeraman Ngadenin bukan tanpa alasan. Pasalnya untuk masuk ke rumahnya saja Ngadenin harus masuk ke got dan melewati kebun warga.
Tagih Janji Pihak Hotel
Ngadenin mengaku telah dimediasi dengan camat setempat terkait polemik rumahnya tersebut. Dia mengatakan pihak hotel sempat ingin membeli rumahnya itu, namun hingga kini belum terealisasi.
“Memang hari Rabu kemarin kita sudah dipanggil ke kecamatan, dimediasi di sana. Akhirnya Pak Camat memberi saran harus musyawarah jual beli yang terbaik antara saya dan pihak hotel. Ada (pihak hotel) di situ, komplet dari RT, RW, Lurah, sampai Camat,” ujar Ngadenin.
Dalam proses mediasi pihak hotel mengklaim sudah memberikan penawaran untuk harga rumahnya. Ngadenin mengaku hal tersebut benar. Tetapi angka yang disebut pihak hotel dimediasi tak sesuai dengan penawaran sebenarnya yang diberikan.
“Hasilnya sampai hari ini dari pihak hotel musyawarah atau gimana belum ada sama sekali. Malah bikin berita si pihak hotel waktu itu katanya sudah pernah nawar Rp 8 juta, padahal belum. Waktu itu malah turun lagi jadi Rp 5 juta, makanya kemarin (saat mediasi) sudah saya tanggapi seperti itu (penawaran naik turun dari hotel),” terang Ngadenin.
Ngadenin juga menegaskan penawaran yang diberikan pihak hotel kepadanya dianggap tidak jelas. Sebab, angka yang ditawarkan mengalami naik turun. Ia pun menjelaskan skema penawaran dari pihak hotel kepadanya.
“Kalau saya ngomong ke pihak hotel (dimediasi) itu pernah mau beli (rumah saya), tapi ya tidak jelas. Pertama nawar Rp 5 juta per meter, rumah saya tuh dianggapnya tanah. Ditawar Rp 5 juta pertama, naik jadi Rp 7 juta. Setelah Rp 7 juta, turun lagi, Rp 5 juta. Jadi kan nggak jelas menurut saya,” katanya.
Jalan di Bangunan Rumahnya Tanah Wakaf
Ngadenin mengatakan sejak awal tidak mengetahui rumahnya bakal terimpit hotel. Dia mengaku tidak ada informasi soal rencana pembangunan hotel yang berakhir menutup akses jalan rumahnya.
“Tadinya jalan itu sudah diwakafkan untuk masyarakat. Akhirnya dijual dan dibeli hotel. Akhirnya dibangun setinggi kurang lebih 15 meter, kita dikurung, dikotak. Akhirnya kita nggak bisa keluar masuk. Satu-satunya jalan kita itu harus melewati got,” kata Ngadenin.
Padahal, saat ingin membeli rumah, Ngadenin menjelaskan perjanjian awal dengan si pemilik tanah jalan tersebut merupakan tanah wakaf. Tapi akhirnya dijual ke pihak Hotel tanpa bicara lebih dulu kepadanya.
“Jalan itu dijual secara diam-diam, padahal saya sudah jelaskan (waktu itu) saya mau beli rumah di situ tapi jalannya bagaimana? Jalan sudah diwakafkan. Awal mula perjanjian seperti itu, tapi kemudian malah (jalannya) dijual ke pihak hotel,” ujar Ngadenin.
Setelah pemberitaan rumahnya yang terimpit hotel ramai, pihak Camat Pondok Gede pun turun tangan dengan melakukan mediasi antara Ngadenin dan pengelola Hotel. Saat ini Ngadenin pun berharap saran Camat dapat dilakukan oleh pemilik hotel untuk bisa menemukan jalan terbaik di antara keduanya.
“Ya semoga pemilik Hotel bisa ke sini, ketemu, seperti saran Pak Camat saat mediasi,” ungkap Ngadenin.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya: