Jakarta –
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta mencatat adanya penurunan angka kemiskinan di periode Maret 2023. Tercatat, angka kemiskinan turun 17.100 orang atau 0,17 persen dibandingkan periode September 2022.
“Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 477,83 ribu orang atau berkurang sebesar 17.100 orang (0,17%) dibandingkan September 2022,” kata Plt Kepala BPS Provinsi DKI Jakarta, Dwi Paramita Dewi, dalam keterangannya, Senin (17/7/2023).
Dwi menjelaskan besaran garis kemiskinan di Jakarta sebesar Rp 792.515 dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin sebanyak 405 orang. Maka jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama sebulan di setiap rumah tangga miskin sebesar Rp 3.875.398 per bulan. Selain itu, tingkat pendidikan sebagian besar penduduk miskin tak terlalu tinggi.
“Kondisi ini menyebabkan kepala rumah tangga miskin cenderung bekerja serabutan di sektor-sektor informal seperti perdagangan, jasa perorangan dan perikanan, khususnya di Kepulauan Seribu,” ucapnya.
Dia menyebut berkurangnya jumlah penduduk miskin di Ibu Kota terdampak dari membaiknya sejumlah indikator makro ekonomi. Pada periode ini, kata dia, ekonomi Jakarta tumbuh sebesar 3,43% dan pengangguran berkurang 13 ribu orang.
“Demikian pula dengan laju inflasi pada periode ini masih terkendali, hanya berada di kisaran 1,19%,” ujarnya.
Selain itu, bantuan sosial yang konsisten dikucurkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat berkontribusi dalam menjaga tingkat konsumsi masyarakat miskin. Data Susenas Maret 2023 mencatat, sebanyak 80,15% masyarakat miskin telah mendapatkan akses pada perlindungan dan jaminan sosial.
“Hal ini sangat meringankan beban pengeluaran konsumsi khususnya pada kelompok masyarakat miskin,” jelasnya.
BPS DKI: Ketimpangan Masih Meningkat
Meskipun jumlah penduduk miskin berkurang, BPS DKI mencatat ketimpangan masih meningkat. Kondisi tersebut dilihat dari gap antara pendapatan penduduk pada kelas bawah dan kelas atas yang justru semakin tinggi.
“Sekalipun jumlah penduduk miskin sudah berkurang pada periode ini, namun masih menyisakan PR ketimpangan yang semakin meningkat,” ucapnya.
Kenaikan tingkat ketimpangan periode Maret 2023 dibarengi dengan meningkatnya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Angka ketimpangan periode ini sebesar 0,431 atau naik 0,019% dibandingkan September 2022.
Pada periode ini, lanjutnya, distribusi penduduk pada kelompok pengeluaran 40% terbawah turun 0,60% menjadi 16,39% dibandingkan September 2022. “Walau demikian, menurut kategori Bank Dunia, angka ini menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk Jakarta masih berada pada kategori ketimpangan menengah,” terangnya.
BPS juga menekankan persoalan kemiskinan tak hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode September 2022-Maret 2023, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Rinciannya, P1 naik 0,013% sementara P2 naik 0,017%.
“P1 naik 0,013% yang berarti jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin sedikit menjauh dari garis kemiskinan, dan P2 juga naik 0,017% yang berarti ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga semakin tinggi,” imbuhnya.
(taa/fas)