Jakarta –
Kepala Divisi Lastmile/Backhaul pada BAKTI, Mufiammad Feriandi Mirza mengatakan pengusulan anggaran senilai Rp 10,8 triliun untuk proyek BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1,2,3,4, dan 5 tidak melibatkan tenaga ahli. Hakim pun kaget mendengar itu.
Hal itu diungkap Mirza saat bersaksi di sidang kasus korupsi BTS Kominfo, Selasa (25/7/2023). Duduk sebagai terdakwa Eks Menkominfo Johnny G Plate, Eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.
Mulanya, Mirza menjelaskan panjang lebar mengenai awal mula proyek BTS ini. Dia menyebut proyek BTS ini dilaksanakan untuk memberikan layanan seluler dengan mengaksesnya melalui telepon seluler 4G di daerah tertinggal.
“BTS adalah sebagai infrastruktur yang memberikan layanan seluler dengan mengaksesnya dengan telepon seluler 4G untuk daerah tertinggal untuk 3T, tertinggal terdepan, terpencil,” ujar Mirza.
Mirza mengatakan ada 12 ribu desa yang akan dilayani akses BTS 4G ini. Namun, hanya 7.904 yang akan dilaksanakan, dan sisanya ditugaskan ke operator seluler.
“Jadi begini Yang Mulia, yang akan dibangun BAKTI hanya 7.904, bukan seluruh 12.508, tapi 7.904 yang disampaikan dari Direktorat Pengendalian kepada BAKTI daftar lokasi yang 7.904,” Katanya.
Hakim ketua Fahzal Hendri lalu bertanya terkait perencanaan usulan anggaran itu. Dia menyebut pagu anggaran yang disetujui hanya cukup untuk 2.417 dari rencananya 7.904 tower.
“Dari dokumen yang ada diusulkan anggaran untuk pembangunan 7.904 lokasi tadi kemudian setelah mendapatkan, setelah mengusulkan mendapatkan pagu indikatif biasanya dari Kemenkeu kemudian setelah pagu indikatif terdapat biasanya alokasi pagu anggaran,” kata Mirza.
“Alokasi pagu anggaran berapa?” tanya hakim Fahzal
“Alokasi pagu anggaran hanya cukup 2.417,” jawab Mirza.
Mirza mengatakan dalam perjalanannya, ada penambahan perencanaan menjadi 4.200 tower. Total anggaran yang disetujui untuk pembangunan 4.200 tower itu yakni Rp 10,8 triliun.
“4.200 total. Total anggarannya sudah kemudian disetujui 4.200,” ujar Mirza.
“Berapa?” tanya hakim.
“Rp 10,8 triliun,” jawab Mirza.
“Rp 10,8 triliun itu untuk?” tanya hakim.
“4.200,” jawabnya.
Mirza mengungkap anggaran untuk satu towernya bervariasi. Namun secara garis besar, kata Mirza, satu tower anggarannya sebanyak Rp 2,6 miliar.
“Rp 2,6 miliar satu tower dan perangkatnya komunikasi, sampai berfungsi, keluar sinyal, sampai hidup,” kata Mirza.
Hakim Fahzal bertanya lagi apakah dalam penentuan anggaran Rp 10,8 triliun proyek BTS itu melibatkan tenaga ahli. Mirza mengungkap perencanaan anggaran itu tidak melibatkan tenaga ahli.
“Itu perencanaan awal penentuan anggaran apakah itu melibatkan tenaga ahli?” tanya hakim.
“Pada saat pengusulan awal yang sepanjang saya tahu belum melibatkan konsultan atau tenaga ahli,” ungkap Mirza.
Hakim Fahzal bertanya-tanya mengapa pengusulan anggaran Rp 10,8 triliun proyek BTS tidak melibatkan tenaga ahli. Hakim menyebut anggaran itu tergolong besar nilainya.
“Segitu besarnya anggaran kenapa tidak melibatkan ahli?” tanya hakim. Wajah hakim Fahzal terlihat kaget setelah mengetahui pengusulan anggaran proyek BTS Rp 10,8 triliun tidak melibatkan ahli.
“Saya tidak tahu Yang Mulia,” jawab Mirza.
“Ini anggarannya tidak sedikit Pak, bukan Rp 10 miliar, bukan Rp 10 juta, Rp 10 miliar. Rp 10 triliun, Rp 1 triliun berapa juta Pak? Rp 1000 juta toh, nah ini, masak tidak. Setahu Saudara tidak melibatkan tenaga ahli?” tanya hakim lagi.
“Setahu saya Yang Mulia,” jawab Mirza.
Mirza mengatakan proyek BTS Kominfo baru melibatkan tenaga ahli setelah proses pelelangan. Dia menyebut anggaran untuk satu tower senilai Rp 2,6 miliar disetujui berdasarkan kontrak hasil lelang.
“Lalu siapa yang menentukan sampai Rp 2,6 miliar satu tower sampai perangkat-perangkatnya?” tanya hakim.
“Kalau tadi Rp 2,6 miliar setelah berdasarkan kontrak hasil lelang,” kata Mirza.
“Ahli tuh ketika kalau mau lelang,” imbuhnya.
(whn/yld)