Jakarta –
Di saat aksi terorisme yang menurun, pendanaan terorisme bak hantu yang terus bergerilya mencari celah dan cara baru untuk tetap bergerak. Karena itu upaya pengumpulan dana tak cuma dilakukan secara konvensional/tradisional lewat kotak-kotak amal tapi juga memanfaatkan jaringan internet.
“Saya melakukannya via internet dengan cara membobol akun PayPal nasabah. Tapi saya ngambil ya gak banyak-banyak, paling lima dolar,” kata Munir Kartono usai bedah buku ‘Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia’ karya Noor Huda Ismail di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (27/7/2024).
Orang-orang yang terlibat dalam tindak pidana terorisme, ia melanjutkan, tak sedikit yang terpelajar dan melek teknologi. Mereka terus berusaha dengan teknologi untuk melakukan aksi pendanaan terorisme untuk masa depan. Via internet, kata Munir, banyak hal bisa dimonetasi salah satunya game atau judi online.
“Pendanaan merupakan urat nadi dalam tindakan terorisme selain ideologi. Kalau lewat kencleng-kencleng amal di pengajian itu tradisional,” imbuh eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia dan mantan simpatisan ISIS itu. Munir mengaku melakukan aksinya sejak 2010-2015. Kala itu dirinya masih mahasiswa jurusan Informatika di sebuah perguruan tinggi.
Acara bedah buku yang diikuti Greg Barton pengamat politik dari Deakin University, Melbourne, Australia secara online. Dalam acara itu turut diputar film berdurasi 9 menit bertajuk ‘Dari Kecewa Pada Bapak Menjadi Pendana ISIS’. Film ini berkisah tentang Munir Kartono, sejak tertangkap aparat pada 2015 dan didakwa sebagai pendanor terorisme di Indonesia.
Noor Huda Ismail (ketiga dari kanan) saat bedah buku karyanya, ‘Narasi Mematikan Pendanaan Teror di Indonesia’ di Universitas Paramadina, Kamis (27/7/2023) Foto: Sudrajat / detikcom
|
Film tersebut mengungkap perjalanan Munir menjadi radikal karena permasalahan di keluarganya, yaitu kekecewaannya kepada sosok bapaknya. Juga bagaimana Munir bergabung dengan beberapa komunitas ekstrem dan mendanai beberapa serangan teror di Indonesia.
Dalam proses reintegrasinya, Munir menceritakan bagaimana peran keluarganya, terutama anak-anaknya yang merindukan sosok Bapak yang melindungi anak-anaknya.
(jat/dnu)