Jakarta –
Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi terkait penerbitan surat keterangan atas kepemilikan tanah di kawasan Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur. Maladministrasi itu diduga terjadi karena penghentian layanan pertanahan di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara.
Hal itu ditemukan Ombudsman setelah melakukan investigasi di 17 lokasi di dua kabupaten tersebut. Hasilnya, ditemukan ada maladministrasi tidak diterbitkannya surat keterangan atas penguasaan kepemilikan tanah di daerah delineasi IKN.
Sebagai informasi, Kementerian PUPR menjelaskan delineasi sebagai pembedaan wujud gambaran pada berbagai data keadaan lapangan, dan adanya penarikan garis batas suatu wilayah dengan garis dan lambang (tentang peta).
“Terbukti terjadinya maladministrasi pada penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan kepemilikan tanah di dalam dan di luar delineasi IKN yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara,” ujar Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya, dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (27/7/2023).
Penghentian layanan itu terjadi di sejumlah kantor di dalam dan di luar wilayah delineasi IKN. Ada delapan pihak yang menjadi terlapor dalam hal ini.
“Penghentian layanan pendaftaran pertama kali di dalam dan di luar delineasi IKN yang dilakukan oleh dan Kantor Pertanahan Kutai Kartanegara, Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara, Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Timur, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN,” tuturnya.
Pengentian layanan dilakukan usai terbitnya surat edaran Kementerian ATR/BPN terkait Pembatasan Penerbitan dan Pengalihan Hak Atas Tanah di Wilayah Ibu Kota Negara. Ombudsman meminta Kementerian ATR/BPN mencabut surat edaran tersebut dan mengeluarkan surat baru yang telah diperbaiki sesuai aturan.
“Sebagai akibat terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Nomor: 3/SE-400.HR.02/II/2022 tanggal 14 Februari 2022 tentang Pembatasan Penerbitan dan Pengalihan Hak Atas Tanah di Wilayah Ibu Kota Negara,” ujarnya.
Ombudsman menyarankan tindakan korektif kepada pihak-pihak terkait untuk membuat perencanaan terhadap temuan Ombudsman tersebut. Ombudsman memberikan batas waktu selama 30 hari kepada lembaga terkait untuk menindaklanjuti temuannya itu.
“Terkait dengan pelaksanaan tindakan korektif tersebut di atas, Ombudsman RI memberikan waktu selama 30 hari kerja untuk melaksanakan tindakan korektif sejak diterimanya LAHP dan Ombudsman akan melakukan monitoring terhadap perkembangan pelaksanaannya,” tuturnya.
Perwakilan dari Direktur Pengawasan & Audit Internal Otorita IKN, Agung Dodit, mengatakan telah menerima saran korektif tersebut. Pihaknya, akan menindaklanjuti usulan korektif dari Ombudsman tersebut.
“Kami telah menerima tindakan usulan-usulan korektif dari Ombusdman dan segera akan kami tindak lanjuti. Tapi dari sisi kami, kami bisa menyelesaikan aturan di IKN yang sekarang dalam proses penyelesaian,” ujar Agung.
(haf/haf)