Seorang ibu rumah tangga (IRT) asal Medan, Sumatera Utara, Deasy Natalia mendatangi pengacara Hotman Paris Hutapea hari ini untuk mengadukan aksi KDRT yang sempat dialaminya. Selain menjadi korban KDRT, Deasy, menyebut bahwa anaknya yang masih di bawah umur turut menjadi korban pelecehan oleh bapak kos
“Saya disini minta bantuan bapak Hotman Paris dan tim Hotman 911 untuk kasus yang saya alami yaitu kasus KDRT pada 20 Oktober 2020 dan penganiayaan 26 November 2020,” kata Deasy di Kopi Jhonny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (29/7/2023).
“Dan yang paling khusus terutama kasus pelecehan seksual yang dialami anak saya pada saat umur 3 tahun 10 bulan,” sambungnya.
Ia mengatakan dirinya telah menjadi korban KDRT yang dilakukan oleh tiga orang pelaku yakni ipar, ayah mertua, serta suaminya sendiri. Ia menuturkan, bahwa pada saat itu dirinya dianiaya oleh tiga pelaku dengan cara dihantam kepalanya, dibekap, hingga dipukul oleh pelaku.
“Lalu pada tanggal 26 November 2020 dilakukan oleh salah satu pelaku yaitu menyeret saya ke aspal, menginjak kaki saya, dan saya dalam keadaan hamil dua bulan,” tuturnya.
Deasy pun telah melaporkan kejadian itu ke Polsek Percut Sei Tuan dan Polrestabes Medan. Namun hingga kini dirinya belum mendapat kejelasan mengenai proses hukum yang dilakukan terhadap para pelaku tersebut.
Adapun ketika menanyakan hal itu kepada pihak kepolisian, Deasy dijelaskan bahwa berkas perkara tersebut telah diserahkan kepada kejaksaan namun berkas tersebut tak kunjung rampung.
“Saya tanya apa kendalanya, saksi ada, bukti ada, terus saya dipersulit seperti penyidik sudah ganti, kemudian bapak kapolsek sudah ganti. Saya disuruh nunggu dari hari -hari, bulan ke bulan sampai sudah tahun ke 3,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan kepada Hotman bahwa dirinya justru dijemput paksa oleh pihak kepolisian dan kemudian dipenjara selama 3 hari di Polsek Percut Saituan Medan. “Dengan alasan saya mau di BAP dan diajak jalan-jalan,” ujarnya.
Namun pada saat tiba di kantor polisi, Deasy justru diminta oleh oknum polisi tersebut guna menandatangani surat perjanjian damai dengan para pelaku yang telah melakukan KDRT terhadap dirinya itu.
“Tapi kemudian secata tiba-tiba dijemput oleh oknum polisi Polsek dan disuruh berdamai, tapi saya nggak mau jadinya ditahan 3 hari. Kemudian ditawari uang damai sebesar Rp 20 juta oleh penyidik kasus saya, tapi tidak mau,” imbuhnya.
Deasy Sempat Dibui 3 Hari
Karena tidak ingin berdamai, Deasy dikurung di sel selama tiga hari. Dia tidak tahu mengapa dia ditahan.
“Lalu saya dimasukan ke dalam penjara tanggal 10 sampai 13 September tiga hari saya di penjara. Padahal tidak ada laporan polisi (untuknya),” katanya.
Selama berada di dalam tahanan, Deasy mengaku tidak diberi izin oleh pihak polisi yang untuk memberikan asi kepada anaknya itu. Bahkan ketika sang ibu hendak mendatangi Deasy agar memberikan asi kepada anaknya, justru tak dibolehkan oleh pihak kepolisian dan ibunya disebut orang gila.
“Sampai bayi saya yang baru lahir sampai biru dan terus menangis di rumah. Mama saya berusaha datang ke Polsek tapi malah dibilang orang gila. Gak dikasih masuk, padahal mama saya cuma mau anak saya dapat asi,” imbuhnya.
Anaknya Dilecehkan Bapak Kos
Sementara itu, ia juga menceritakan soal anaknya yang menjadi korban pelecehan seksual oleh bapak kos. Ia mengaku sudah melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib namun tak kunjung diberi surat untuk keperluan fisum anaknya.
“Saya ke Polrestabes Medan untuk buat surat laporan, tapi ditolak. Sampai hari ini nggak ada laporan polisi,”katanya.
Ia juga mengaku bahwa pihak polisi hanya mendatangi rumahnya, tanpa adanya upaya untuk melakukan fisum terhadap anaknya tersebut.
“Jadi mereka cuma datang, dan nggak ada mau bawa anaknya untuk fisum. Jadi yang dilakukan Polda hanya datang dan menjenguk, tidak ada upaya untuk lakukan fisum,” tuturnya.
Sementara itu, Deasy menceritakan awal terjadinya dugaan pelecehan tersebut. Awalnya ia berpikir bahwa itu bukan pelecehan seksual.
“Pada saat itu saya melihat oknum sedang memakaikan celana ke anak saya kemudian memakaikan tas ransel seolah- olah anak saya sedang bermain. Lalu oknum satu lagi berlari menuju kamar mandi. Saya disitu masih berpikir positif. Tapi pada saat anak saya merintih kesakitan, saya baru lihat itu,” ujarnya.
“Saya berusaha berpikir itu bukan pelecehan seksual awalnya. Tapi untuk memastikan saya pergi ke Rumah Sakit dan dokternya nggak mau fisum karena nggak ada surat laporan polisi,” imbuhnya.