Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mengkritik Pimpinan KPK yang menyalahkan anak buah terkait kisruh penetapan tersangka Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Korsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Pukat UGM menilai penetapan tersangka oleh KPK harus dilakukan lewat gelar perkara yang diikuti pimpinan KPK.
“Saya merasa tidak tepat ketika pimpinan KPK itu menyalahkan penyidik, tadi kan mengatakan penyidik itu salah ya,” kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman kepada wartawan, Jumat (28/7/2023).
Dia mengatakan surat perintah penyelidikan dan penyidikan juga harus ditandatangani oleh Pimpinan KPK. Menurutnya, Pimpinan KPK tidak boleh menyalahkan penyidik atas keputusan penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri.
“Sehingga jangan menyalahkan penyidik. Tidak tepat menyalahkan penyidik,” sebutnya.
Zaenur juga mengatakan tak ada landasan hukum bagi KPK untuk menetapkan anggota TNI aktif sebagai tersangka karena kasus yang melibatkan anggota TNI aktif hanya bisa ditangani oleh POM TNI. Dia mengatakan peristiwa ini berpengaruh terhadap citra KPK.
“Apa kemudian permintaan maaf ini dampaknya? Ya saya sih melihatnya ini dampaknya kepada citra profesionalitas dari KPK,” katanya.
Meski demikian, dia menduga langkah KPK menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka dipicu beberapa kasus dugaan korupsi yang melibatkan personel militer tidak berjalan dengan lancar. Dia mengatakan KPK harusnya membentuk tim koneksitas berdasarkan Pasal 89 KUHAP antara tim penyidik KPK dan tim penyidik POM TNI.
“Kalau sekarang KPK sudah mengakui salah, tentu itu akan berdampak kepada citra profesionalitas KPK,” ujarnya.
“Saya berharap perkara di Basarnas ini bisa tuntas dan bisa ada terjamin rasa keadilan masyarakat. Jangan sampai ada gap disparitas penanganannya, karena dilakukan oleh KPK dan POM TNI,” imbuhnya.
KPK sebelumnya mengakui ada kekeliruan terkait proses hukum dugaan korupsi Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfian dan Korsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. KPK pun menyampaikan permohonan maaf.
“Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa sanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK, Jumat (28/7).
Johanis mengatakan tindak pidana yang dilakukan anggota TNI sejatinya ditangani khusus oleh TNI. Dia mengakui ada kekhilafan dari penyidik KPK.
“Di sini ada kekeliruan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat sudah menyampaikan teman-teman TNI sekiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI atas kekhilafan ini mohon dimaafkan,” kata dia.
Simak selengkapnya di halaman berikut