Jakarta –
Sekolah harusnya menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak yang menuntut ilmu tapi tidak demikian yang terjadi di SDN 006 Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara. Pernah terkena bencana longsor dan banjir besar pada 2013, sekolah yang telah berdiri sejak tahun 1976 ini dipindahkan sekitar 1,5 km dari desa.
Tapi ada daya, perpindahan ini justru membuat membuat siswa dan guru kesulitan menuju ke sekolah karena letaknya yang dinilai jauh dan terisolir dari permukiman warga.
“Dilemanya, daerah yang dialokasikan untuk sekolah jauh dari permukiman warga dan rumah dinas guru sehingga guru dan murid harus tiap hari melalui sungai tersebut tanpa ada akses jalan darat dari rumah dinas ke sekolah atau sebaliknya,” jelas Kepala Sekolah SDN 006 Lumbis Ogong, Basrani kepada tim berbuatbaik.id.
Basrani mengatakan dari Kecamatan Lumbis ke Lumbis Ogong jarak tempuh mencapai 1 jam jika menggunakan speedboat. Sementara, jika menggunakan katingting atau perahu kayu bahkan bisa mencapai 2 sampai 3 jam tergantung arus.
Bukan cuma jarak yang jadi soal, sebab letaknya terisolir, sekolah ini pun mengalami kesulitan air dan listrik. Padahal sekolah ini menampung anak-anak dari 4 desa yaitu Ubol Alung, Ubol Sulok, Nansapan dan Batung.
“Guru dan dana bos sekolah sudah dimaksimalkan dalam hal ini, mengadakan urunan untuk membeli. fasilitas tersebut. Namun biaya yang besar sehingga tidak dapat dilakukan pengadaan. Bantuan dari pemerintah setempat pun dan dari instansi lain belum dapat mengakomodir hal tersebut. Saya sebagai kepala sekolah dan seluruh guru PNS yang ada, sudah memutar otak dan menggadaikan SK untuk sekolah tersebut, namun apa daya belum dapat memenuhi semua fasilitas tersebut dikarenakan biaya yang lumayan menguras kantong pribadi,” sambungnya.
Salah satu ruang kelas SDN 006 Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara (Foto: berbuatbaik.id)
|
Air sungai pun akhirnya digunakan untuk kebutuhan kamar mandi bahkan untuk memasak saat guru-guru di sini terpaksa menginap karena terlalu jauh. Para guru bahu membahu membeli pompa air dan mengambil air dari sungai. Sementara untuk listrik, para guru mengakalinya dengan panel surya.
Sekolah yang mempunyai 7 guru PNS dan 5 guru honorer serta 62 murid ini juga mengalami keterbatasan ruang mengajar. Sehingga tak jarang siswa yang berbeda kelas digabung dalam satu ruangan.
“Sekarang menggunakan gedung baru yang di bangun sekitar tahun 2019 tapi perlu di pugar/renovasi lagi, yang ada 3 kelas, 1 kelas di gunakan untuk 2 rombongan belajar. Misal murid kelas 1 dan 2 di satu ruangan,” tutupnya.
Sahabat baik, berbagai rintangan dan kesulitan ini tak lantas membuat para guru dan siswa menyerah. Mereka bersama-sama mencari jalan keluar agar anak-anak bisa mendapatkan haknya bersekolah. Namun alangkah baiknya jika pengorbanan mereka bisa kita bantu. Caranya sederhana dengan mulai Donasi sekarang juga di sini.
Semua donasi yang diberikan akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang kamu ikuti, berikut update terkininya.
Jika kamu berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang juga.
(kny/imk)