Jakarta –
Hari orang utan sedunia diperingati setiap 19 Agustus 2023. Sejumlah pemerhati lingkungan menyoroti ancaman yang dihadapi spesies ini, mulai dari kebakaran hutan hingga perburuan hewan.
Arisa Mukharliza selaku Director for The Wildlife Whisperer of Sumatra secara khusus menyoroti ancaman yang menghantui spesies Orang Utan Sumatera dan Tapanuli. Sejauh ini, kerusakan habitat masih menjadi ancaman utama kehidupan dua spesies orang utan tersebut.
Efek negatif rusaknya habitat Orang Utan Tapanuli, menyebabkan konflik satwa dan manusia. Orang Utan Tapanuli kerap memasuki perkebunan,” kata Arisa dalam webminar, Sabtu (19/8/2023).
Arisa menuturkan, Orang Utan Tapanuli tak jarang ditemukan dalam kondisi malnutrisi. Mereka, kata dia, kerap berkeliaran di kawasan kebun warga untuk mencari makanan.
“Padahal Orang Utan Tapanuli dulu dianggap keramat, sekarang dianggap sebagai HAMA,” ucapnya.
Di samping itu, Arisa juga memandang perburuan dan jual-beli anak Orang Utan Sumatera menjadi masalah yang tak kunjung tuntas. Arisa menilai kondisi ini disebabkan karena rendahnya hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku kejahatan.
“Hal tersebut membuat kegiatan ilegal ini belum bisa dihentikan,” tegasnya.
Atas hal ini, Arisa mendorong peran pemerintah mengupayakan perlindungan satwa liar Indonesia, khususnya satwa liar prioritas. Pihaknya juga berfokus melakukan kampanye terhadap ancaman masyarakat digital dari konten flexing satwa liar.
“Ancaman masyarakat digital pada keberlangsungan hidup satwa liar seperti flexing konten interaksi manusia dan satwa liar yang dilakukan oleh pejabat hingga influencer,” jelasnya.
Orang utan (atau orangutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika Indonesia dan Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera Foto: dikhy sasra
|
Sementara Program Development and Planning Borneo Orangutan Survival (BOSF), Eko Prasetyo, berbicara mengenai keberadaan spesies Orang Utan Kalimantan. Eko menjelaskan, perbedaan signifikan yang membedakan Orang Utan Kalimantan dengan spesies orang utan lainnya adalah bulunya yang kasar serta memiliki wajah lebih lebar dan bulat.
“Kalau bisa pegang, rambut lebih kasar dari pada Orang Utan Sumatera karena ada pengaruh makanan yang kaya di Sumatera, dibandingkan miskin makanan kalau di Kalimantan,” jelas Eko.
Berdasarkan data yang dihimpun Forum Orangutan Indonesia (FORINA), jumlah Orang Utan Kalimantan di Indonesia maupun Malaysia sebanyak 57.350 dengan perkiraan luas habitat sebanyak 16.013.600 hektare. Mirisnya, tak semua berada di habitat konservasi.
Padahal, kata dia, status keberadaan Orang Utan Kalimantan kritis. Status tersebut berada satu level sebelum restricted in the wild atau punah di alam.
“Luasan ini bukan hanya habitat konservasi, ini yang menarik, tetapi habitat orang utan yang ada di konversi perusahaan. Berdasarkan literatur dan studi peneliti, justru 70% habitat orang utan saat ini di luar kawasan konservasi yang dilindungi oleh pemerintah, termasuk di daerah tambang dan perkebunan kelapa sawit,” terangnya.
Lebih lanjut, Eko menerangkan ancaman Orang Utan Kalimantan tak jauh berbeda dengan Orang Utan Sumatera. Antara lain, perubahan fungsi hutan yang merupakan habitat alaminya. Eko kemudian menyinggung soal fenomena flexing satwa liar yang mempengaruhi maraknya perburuan satwa liar, khususnya orang utan.
Ini termasuk menjadi konsersi perusahaan, apakah tambang, HDI, kebun kelapa sawit, termasuk aktivitias pertanian yang dilakukan masyarakat. Kemudian terkait perburuan, tadi disinggung sola flexing itu cukup tinggi juga dampak terdampak perburuan satwa liar, termasuk orang utan,” ucapnya.
“Jika ada satu bayi orang utan di tangan manusia, itu paling tidak induknya mati, terpaksa dibunuh. Nggak bisa enggak. Karena anak orang utan baru lepas dari induk umur 6-7 tahun,” tambah dia.
Seekor induk Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) menggendong dan menyusui anaknya yang baru lahir di dalam kandang di Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/5/2020). Bayi Orangutan Kalimantan yang lahir di Lembaga Konservasi TSI Bogor pada Minggu (25/5/2020) tersebut diberi nama Fitri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kelautan Siti Nurbaya karena bertepatan dengan suasana Hari Raya Idul Fitri 1441 H. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww. Foto: ARIF FIRMANSYAH/ARIF FIRMANSYAH
|
Penyebab selanjutnya kebakaran utan, baik secara alami. maupun yang dilakukan masyarakat yang berpengaruh terhadap pengurangan habitat orang utan di Kalimantan.
“Karena di kalimantan beberapa daerah masih menggunakan sistem ladang berpindah jadi ditebang kemudian dibakar ini juga berpengaruh terhadap pengurangan habitat orang utan di alam,”imbuhnya.
(taa/idh)