Jakarta –
Di apartemen Kalibata, Jakarta Selatan, polisi menangkap 3 orang berinisial AKR (29), MR (30), dan A (38), pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 9 calon pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. Pelaku menjanjikan korban bekerja di tempat pemotongan ayam, perusahaan kabel, hingga mebel di Jepang.
“Para korban dijanjikan bayaran yang cukup besar, katanya akan dipekerjakan perusahaan pemotongan ayam, perusahaan kabel, hingga perusahaan mebel. Di Jepang nanti katanya akan diberikan gaji 1.000-1.200 yen untuk apabila dia bekerja selama 8-10 jam per hari,” kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam konferensi pers di Polres Jaksel, Jumat (25/8/2023).
Ade Ary mengatakan tersangka AKR berperan melakukan perekrutan korban ke daerah-daerah di Jawa Tengah. Tersangka AKR juga berperan mengumpulkan dokumen para korban, seperti KTP, ijazah, hingga membantu pembuatan paspor korban.
“Saudara AKR ini melakukan pencarian dan merekrut para calon tenaga kerja ini ke daerah-daerah yang mereka rekrut dari para korbannya adalah di Jawa Tengah untuk kasus ini dari Pemalang, Tegal, Banyumas, dan juga dari Jepara. Saudara AKR mencari merekrut ke daerah-daerah, kemudian mengumpulkan dokumen kelengkapan para calon pekerja imigran ini antara lain KTP, KK, ijazah, akta kelahiran, hingga membantu membuatkan paspor,” ujarnya.
Dia mengatakan tersangka MR juga berperan melakukan perekrutan calon pekerja migran. Kemudian, tersangka MR juga bertugas mengantarkan korban ke bandara.
“Begitu juga tersangka MR bersama tersangka AKR melakukan pencarian merekrut calon tenaga kerja. Kemudian, tersangka MR inilah yang mengantar calon pekerja imigran ini nantinya akan diberangkatkan via bandara,” ujarnya.
Dia mengatakan tersangka A berperan membantu pembuatan visa kunjungan korban. Menurut dia, tersangka A juga berperan sebagai sponsor dengan agensi di luar negeri.
“Kemudian, peran dari tersangka ketiga saudara A adalah membantu pembuatan visa temporary visitor calon pekerja atau visa kunjungan sebagai sponsor dan juga berperan sebagai sponsor antara agensi di luar ngeri para korban rencananya akan diberangkatkan ke Jepang dicarikan pekerjaan,” ujarnya.
Dia mengatakan pelaku juga merayu korban agar menggadaikan sertifikat rumah dan sawah. Dia menyebutkan korban harus membayar senilai Rp 85-95 juta ke pelaku untuk pengurusan paspor, tiket pesawat, hingga pelatihan bahasa.
“Para korban ini dibujuk rayu dan disarankan untuk menggadaikan sertifikat rumah, sawah sehingga para pelaku mendapatkan uang, sebesar Rp 85-95 juta per orang dengan alasannya kepada para korban untuk keperluan untuk keberangkatan ke Jepang, untuk kepengurusan paspor, akomodasi, tiket pesawat, pelatihan bahasa sebelum pemberangkatan ke Jepang,” kata Ade Ary.
“Kemudian, korban diajak bersama-sama ke kantor Imigrasi Kelas I Semarang untuk dibuatkan paspor kunjungan, kemudian modus selanjutnya AKR, MR meminta bantuan kepada tersangka A untuk pembuatan visa dan pencarian job di Jepang sehingga para korban atau pekerja migran Indonesia itu bisa berangkat,” tambahnya.
Selain itu, dia mengatakan tersangka AKR dan MR memberikan uang senilai Rp 35 juta kepada tersangka A untuk setiap satu orang yang akan diberangkatkan ke Jepang. Dia menyebutkan visa para korban yang dibuat pelaku yakni visa kunjungan kerja.
“Nah 2 tersangka ini memberikan uang pada tersangka A sejumlah Rp 35 juta per orang. Jadi kalau ada 9 korban maka Rp 35 juta dikali 9, yang uangnya diserahkan ke tersangka A. Kemudian tersangka A meminta bantuan lagi sehingga yang bersangkutan mengurus visa kepada salah satu orang yang akan kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut, menyerahkan uang Rp 13 juta per visa. Lalu modus selanjutnya, visa yang dibuat visa kunjungan, bukan visa kerja,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ade Ary mengatakan korban mendapat pelatihan bahasa di tempat yang tak memiliki sertifikat pelatihan selama seminggu di Cirebon, Jawa Barat. Dia menyebutkan korban lalu ditampung di apartemen Kalibata, Tebet, Jakarta Selatan.
“Modus selanjutnya para korban memang telah diberikan pelatihan selama satu minggu, tapi pelatihan ini tak dilakukan sebagaimana prosedur yang diatur dalam UU, pelatihan yang diterima oleh para korban, pelatihan bahasa ini dilakukan di daerah Cirebon, Jawa Barat, di mana lembaga pelatihan ini tak berizin dan tak memiliki sertifikat pelatihan. Terakhir modusnya setelah mendapatkan pelatihan informal, para korban akhirnya ditampung di TKP, yaitu Apartemen Kalibata, Tower Gaharu dan Tower Yasmin, Kecamatan Pancoran, selama kurang lebih 1 minggu,” tuturnya.
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Selatan menggagalkan keberangkatan sembilan orang calon pekerja migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Para TKI itu hendak diberangkatkan secara ilegal ke Jepang. Ada tiga tersangka dalam pengungkapan kasus tersebut. Para pelaku berinisial AKR (29), MR (30), dan A (38).
(dnu/dnu)