Jakarta –
Jaksa menghadirkan Dirut PT Lintasarta, Arya Damar, dan Direktur Niaga/Komersial PT Aplikanusa Lintasarta, Alfi Asman, selaku konsorsium paket 3 BTS 4G Bakti Kominfo sebagai saksi di sidang kasus korupsi BTS. Arya mengatakan pihaknya dimintai commitment fee 10 persen untuk bergabung ke Bakti Kominfo.
“Di situlah, mereka meminta kepada kami mau ikut Bakti atau tidak. Nah, di situ kami diminta untuk ada komitmen kalau bisa kalau nanti ikut Bakti,” kata Arya dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023).
“Ada commitment fee?” tanya hakim Fahzal Hendri.
“Iya,” jawab Arya.
“Begitu sajalah, nggak usah muter-muter ke mana-mana. Ya?” kata hakim Fahzal.
“Ada commitment fee. Diminta untuk commitment fee 10 persen,” jawab Arya.
“Berapa?” tanya hakim Fahzal.
“10 persen,” jawab Arya.
“Dari (pagu anggaran) Rp 2,4 miliar?” tanya hakim Fahzal.
“Iya,” jawab Arya.
“Berarti berapa? Rp 240 miliar?” tanya hakim Fahzal.
“Iya,” jawab Arya.
Arya mengatakan pihaknya tak menyetujui permintaan fee 10 persen tersebut. Hakim lalu mengkonfirmasi jawaban Arya ke Direktur Niaga/Komersial PT Aplikanusa Lintasarta, Alfi Asman.
“Lalu Bapak setujui?” tanya Hakim Fahzal.
“Tidak, Pak,” jawab Arya.
“Gimana Pak Alfi sama keterangannya?” tanya hakim Fahzal.
“Seperti yang disampaikan Pak Arya, kami tidak setuju,” jawab Alfi.
Hakim lalu bertanya apakah ada pemberian uang dari PT Lintasarta selaku konsorsium paket tiga proyek BTS setelah tak menyepakati commitment fee tersebut. Hakim meminta Arya tak mutar-mutar saat menjawab pertanyaannya.
“Sebelum perkara ini, kasus ini dibongkar oleh Kejaksaan, ada memberikan?” tanya Hakim Fahzal.
“Ada,” jawab Arya.
“Ada. Ya nggak usah muter-muter. Saya mainnya tajam aja Pak, sampai ke pokok masalah. Untuk apa kita muter-muter, ujung-ujungnya sampai juga di situ. Ada?” tanya Hakim Fahzal.
“Ada,” jawab Arya.
Hakim bertanya ke Alfi terkait pemberian uang tersebut. Alfi mengatakan pihaknya memberikan uang senilai Rp 26 miliar sebagai biaya pengawasan.
“Bagaimana, Fi? Lama-lama saya gas juga kalian ini,” kata hakim Fahzal.
“Terima kasih, Yang Mulia. Jadi untuk terkait dengan adanya transaksi itu memang ada,” jawab Alfi.
“Tadi kan permintaannya 10 persen, Pak Alfi, terus gimana jadinya?” tanya hakim Fahzal.
“Pada saat setelah setahun itu saya dapat informasi adanya permintaan bantuan. Kemudian, saya ketemu sama Pak Galumbang, Pak Galumbang memperkenalkan saya dengan PT Jig dan SGI. Di situlah kami kemudian melakukan transaksi terkait dengan biaya pengawasan, pengawasan pekerjaan pembangunan BTS,” jawab Alfi.
“Pengawasan dari siapa, Pak?” tanya Hakim Fahzal.
“Dari paket 3 ke Jig dan SGI. Di situlah terjadi transaksinya, kira-kira demikian,” jawab Alfi.
“Jadi, berapa jadinya?” tanya Hakim Fahzal.
“Rp 26 miliar,” jawab Alfi.
Alfi mengatakan pihaknya hanya satu kali memberikan uang Rp 26 miliar tersebut. Dia menyebutkan permintaan uang dari terdakwa Galumbang itu diserahkan ke PT Jig.
“Siapa penerimanya, Pak?” tanya hakim Fahzal.
“Perusahaan, Pak,” jawab Alfi.
“Perusahaan siapa? Seolah-olah pengawasan gitu?” tanya hakim Fahzal.
“Iya betul, pekerjaan pengawasan di sana,” jawab Alfi.
“Berapa kali transfer?” tanya hakim Fahzal.
“Satu kali,” jawab Alfi.
“Rp 26 miliar itu satu kali?” tanya Hakim Fahzal.
“Iya,” jawab Alfi.
“Ke 2 perusahaan itu?” tanya hakim Fahzal.
“Satu perusahaan aja, Jig,” jawab Alfi.
Terdakwa dalam kasus ini ialah mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto. Mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi proyek BTS Bakti Kominfo hingga menyebabkan kerugian negara Rp 8 triliun.
Kerugian negara itu merupakan selisih dari pembayaran 100 persen yang telah dilakukan dengan jumlah BTS yang sudah selesai per 31 Maret 2022. Kontrak proyek BTS Bakti Kominfo itu sebenarnya berakhir pada 31 Desember 2021, tapi terus diperpanjang hingga Maret 2022 dan pengerjaannya tetap tidak selesai.
(yld/yld)