Jakarta –
KPK terus mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe (LE). Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut pihaknya tengah mengusut jalinan bisnis yang dilakukan Lukas dengan pihak di Singapura.
“Tim penyidik telah selesai memeriksa saksi, sebagai berikut, Roy Letlora, karyawan swasta, saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya jalinan bisnis antara tersangka LE dengan pihak tertentu yang ada di Singapura,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).
Ali mengatakan pemeriksaan Roy dilakukan pada Selasa (29/8) kemarin. Menurutnya, dua saksi lain yang seharusnya juga diperiksa yakni Indra Tarigan dan Marius Daniel Cloete tidak hadir sehingga dijadwalkan pemanggilan ulang.
“Sedangkan 2 saksi yang sedianya dijadwalkan dipanggil, sebagai berikut, Indra Tarigan, pengacara, Marius Daniel Cloete, freelance aviasi global auto traders. Kedua saksi tidak hadir dan dijadwal ulang. KPK ingatkan untuk kooperatif hadir untuk jadwal pemanggilan berikutnya,” ucapnya.
Dia menyebut KPK juga telah memeriksa Kepala Badan Penghubung Daerah Papua periode 2017 sampai sekarang, Alexander K J Kapisa dan Marketing PT Elang Lintas, Ambar Kurniawan pada Senin (29/8) lalu. Menurut Ali, KPK mendalami terkait penggunaan pesawat pribadi Lukas.
“Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan penggunaan pesawat pribadi oleh tersangka LE untuk mobilitas keluar dari wilayah Papua,” ujarnya.
Lukas Enembe ditangkap di Papua pada Januari tahun ini. Dalam perjalanan kasusnya, Lukas Enembe dijerat dengan pasal gratifikasi, suap, hingga tindak pidana pencucian uang. Kasus suap dan gratifikasinya pun kini telah masuk ke persidangan.
Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar. Jaksa mengatakan suap dan gratifikasi itu diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.
Dalam kasus tindak pidana pencucian uang, KPK sejauh ini juga telah menyita 27 aset milik Lukas yang diduga berasal dari hasil korupsi. Nilai puluhan aset itu mencapai Rp 144,5 miliar.
(fas/fas)