Jakarta –
Konflik agraria di Rempang telah memicu bentrokan pada 7 September dan waktu setelahnya. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan menyikapi situasi di pulau dekat Batam itu.
Berdasarkan keterangan pers yang diakses detikcom dari situs resmi Komnas HAM, Rabu (12/9/2023), Komnas HAM telah menyikapi konflik di Rempang sehari sejak peristiwa kerusuhan 7 September itu terjadi. Pernyataan tertulis Komnas HAM disampaikan Ketua Atnike Nova Sigiro.
Berikut adalah pernyataan sikap Komnas HAM:
Atas peristiwa bentrok yang terjadi, Komnas HAM menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyesalkan terjadinya bentrok antara aparat dengan warga setempat yang menumbulkan korban baik anak-anak maupun orang dewasa;
b. Mendesak penghentian pengerahan pasukan dan tindakan represif kepada masyarakat dan mengedepankan dialog;
c. Meminta pembebasan terhadap warga yang ditahan;
d. Meminta pemerintah daerah melakukan pemulihan bagi masyarakat yang mengalami kekerasan dan trauma, termasuk anak-anak yang memerlukan pemulihan khusus;
e. Meminta agar pemerintah pusat maupun daerah serta aparat penegak hukum menerapkan pendekatan humanis dalam penyelesaian sengketa agraria, termasuk dalam proyeksi strategis nasional.
Komnas HAM menyebut peristiwa di Pulau Rempang sebagai tragedi konflik lahan yang berujung pada kekerasan. Menurut penjelasan Komnas HAM, kasus ini bermula dari adanya rencana relokasi warga di Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru dalam pengembangan investasi Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan, dan wisata yang terintegrasi. Proyek dikerjakan PT Makmur Elok Graha (MEG) ditargetkan bisa menarik investasi dengan lahan 7.572 hektare atau 45,89 persen total luas Pulau Rempang seluas 16.500 hektare.
“Kemudian akan dilakukan relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru yang diperkirakan antara 7.000 sampai 10.000 jiwa,” kata Atnike.
Bentrok warga tim terpadu Batam di Pulau Rempang. (Istimewa)
|
Lantas pada 7 September lalu, terjadi demonstrasi masyarakat yang berujung bentrok dengan aparat. Komnas HAM menyebut terdapat korban di masyarakat termasuk perempuan dan anak-anak.
Komnas HAM mengaku telah menerima surat pengaduan dari ketua Koordinator Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) sejak 2 Juni 2023 lalu, perihal permohonan legalitas lahan masyarakat kampung-kampung di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru. Komnas HAM turun tangan dengan mengusahakan mediasi.
“Komnas HAM sedang menangani kasus tersebut melalui mekanisme mediasi HAM. Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada pihak terkait untuk permintaan klarifikasi dan mediasi, di antaranya Wali Kota Batam, Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Kapolda Kepulauan Riau, dan Kantor Kepala Pertanahan Kota Batam,” kata Atnike.
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu membersihkan pemblokiran jalan yang dilakukan oleh warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Aksi pemblokiran jalan tersebut terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana pemerintah yang akan merelokasi mereka ke wilayah lain. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/nz Foto: ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
|
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud Md, menyatakan warga telah sepakat direlokasi sebelum bentrokan 7 September terjadi. Kesepakatannya, warga bersedia pindah dengan ganti rugi tanah 500 meter psersegi, dibangunkan rumah tipe 45, dan uang Rp 120 juta per kepala keluarga.
“Besar lho itu (ganti ruginya), daerah terluar. Lalu diberi uang tunggu sebelum relokasi, setiap kepala Rp 1.034.000, diberi uang sewa rumah sambil menunggu dapat rumah yang itu, masing-masing Rp 1 juta. Nah semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan tanggal 6 itu, yang hadir di situ rakyatnya sekitar 80% sudah setuju semua,” kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/9) kemarin.
Mahfud meminta Polri berhati-hati menangani persoalan di Rempang. Demonstrasi perlu dihadapi dengan cara-cara yang manusiawi. Sebelumnya, dilansir detikSumut, Kapolda Kepulauan Riau, Irjen Tabana Bangun, menyatakan aparat sudah baik dalam menangani kondisi.
“Saya kira untuk tindakan aparat dalam mengelola pengamanan tadi sungguh sangat humanis,” kata Irjen Tabana, Kamis (7/9) lalu.
Siswa SMP di Rempang, Batam, pingsan dievakuasi akibat terkena gas air mata. (Istimewa)
|
Jumat (8/9) lalu, Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan klaim tak ada korban jiwa dalam masalah yang terjadi antara aparat keamanan dan warga di Rempang, Batam. Ramadhan juga membantah adanya informasi siswa pingsan saat kejadian itu. Dia juga menyebut itu bukan bentrok tapi tindakan pengamanan.
Ramadhan mengatakan bentrokan petugas dengan warga itu tak memakan korban. “Jadi tidak ada korban, saya ulang tidak ada korban dalam peristiwa kemarin,” kata Ramadhan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/9) lalu.
Bentrokan sudah terjadi lagi pada (Selasa 11/9) kemarin. Polisi mengatakan sudah ada 27 orang yang diamankan polisi terkait bentrokan di Pulau Rempang.
(dnu/imk)