Jakarta –
Kebijakan tilang untuk kendaraan yang tidak lolos uji emisi di Jakarta resmi dihentikan. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menilai sanksi itu sebenarnya efektif untuk membuat masyarakat jera.
“Kalau kami merasa bahwa itu efektif. Karena itu merupakan efek jera dan pembelajaran pada masyarakat,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Asep mengatakan pihaknya berharap masyarakat tetap memiliki kesadaran melakukan uji emisi pada kendaraan. Hal itu, kata Asep, diharapkan terus dilakukan meski tanpa adanya pemberian sanksi tilang.
“Semoga kalau tilang tidak bisa dilakukan, maka kami harapkan itu bisa lebih meningkatkan kesadaran kepada masyarakat untuk melakukan uji emisi,”ujarnya.
Asep juga menanggapi soal uji emisi yang dinilai menimbulkan kemacetan. Dia mengatakan seharusnya lokasi penilangan dapat ditentukan agar tidak menghalangi jalan pengendara.
“Kita harus melakukan penghentian dan melakukan pemeriksaan dari alat ke knalpotnya. Sehingga menghasilkan nilai emisinya berapa,” ungkapnya.
“Kalau memang itu menimbulkan kemacetan, memang akhirnya bagaimana kita memilih lokasi supaya tempat uji emisinya itu tidak mengganggu lalu lintas,” sambungnya.
Polisi Hentikan Tilang Uji Emisi
Sebelumnya Irwasda Polda Metro Jaya sekaligus Kasatgas Pengendalian Polusi Udara Kombes Nurcholis mengatakan tilang uji emisi dinilainya tidak efektif. Selain tak efektif, tilang uji emisi disetop karena dinilai memberatkan masyarakat.
“Ini memberatkan masyarakat. Itu (penghapusan) sebagai bahan evaluasi biar tidak memberatkan masyarakat kita ini untuk sementara persuasif dan edukatif,” kata Nurcholis saat dihubungi, Selasa (12/9).
Sebelumnya tilang diberlakukan untuk mereka yang tidak lolos uji emisi. Warga yang motornya gagal uji emisi akan dikenai tilang Rp 250 ribu, sementara mobil didenda Rp 500 ribu.
Nurcholis mengatakan tilang uji emisi lebih banyak menimbulkan sentimen negatif ketimbang positifnya. Ia menambahkan, kebijakan tilang uji emisi dihentikan berdasarkan koordinasi stakeholder terkait.
“Iya, kan ada sentimen positif sentimen negatif. Jadi kita melihat dari sentimen negatif dan positifnya. Ternyata memang banyak negatifnya, jadi kita evaluasi maka kita lebih kepada persuasif edukatif,” ujarnya.
(ygs/ygs)